Rabu, 12 Agustus 2015

Sinopsis The Time We Were Not In Love


SINOPSIS : The Time We Were Not In Love



Cerita singkatnya : Drama ini menceritakan seswatu yang ada didepan kita terkadang ada sesuatau hal yang kita sendiri sulit untuk melihatnya.
Jang Ha Na dan Choi Won berteman sudah 17 tahun mereka saling mengerti satu sama lain dan telah melewati pahit manis selama itu bersama-sama dalam hubungan persahabatan, dan termasuk hubungan cinta mereka masing". Dan pada ulang tahun Jang Hana ke 30 Choi Won mengirimkan vidio tanda" penuaan ke Jang Hana. Hana membuat taruhan dengan Choi Won bahwa dia akan menikah sebelum umur 35. Bagaimana kisal lanjutnya mereka.. mari ikuti terus recapnyaa..............


Detail Drama Korea The Time We Were Not In Love :
  • Judul : The Time We Were Not In Love
  • Judul lain : The Time I Loved You, 7000 Days
  • Production Company : I Will Media 
  • Sutradara : Jo Soo Won
  • Penulis naskah : Jung Do Yoon, Lee Ha Na
  • Genre : Romance, Komedi
  • Episode : 16 (To Be Confirmed)
  • Network : SBS
  • Tanggal tayang : 27 Juni - 16 Agustus 2015
  • Waktu : Sabtu & Minggu, pk 22:00
PEMAIN UTAMA :

  • Ha Ji Won sebagai Jang Ha Na
  • Lee Jin Wook sebagai Choi Won 
  • Yoon Kyun Sang sebagai Lee Seung Hee
  • Choo Soo Hyun sebagai Lee So Eun

SINOPSIS : The Time We Were Not In Love Episode 1-16 

  1. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 01 // Part1 @ Part 2
  2. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 02 // Part1 @ Part2
  3. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 03 // Part1 @ Part2 # Sinopsis
  4. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 04 // Part1 @ Part2
  5. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 05 // Part1 @ Part2
  6. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 06 // Part1 @ Part2
  7. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 07 // Part1 @ Part2
  8. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 08 // Part1 @ Part2
  9. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 09 // Part1 @ Part2
  10. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 10 // Part1 @ Part2
  11. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 11 // Part1 @ Part2
  12. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 12 // Part1 @ Part2
  13. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 13 // Part1 @ Part2
  14. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 14 // Part1 @ Part2
  15. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 15 // Part1 @ Part2
  16. Sinopsis The Time We Were Not In Love Episode 16 // Part1 @ Part2
Terimakasi uni, terimakasih oppa...

Jumat, 23 Januari 2015

Rangkuman Auditing Mulyadi


BAB 2
ETIKA PROFESIONAL

KODE ETIK IKATAN AKUTANSI INDONESIA
Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Dalam konggres 1986, nama Kode Etik Ikatan Akutansi Indonesia diubah menjadi “Kode Etik Akutan Indonesia”. Pasal-pasal dalam Kode Etik Akutan dikelompokkan menjadi dua golongan : (1) Pasal-pasal yang mengatur prilaku semua akutan anggota IAI. (2) Pasal-pasal yang mengatur semua akutan yang berpraktik dalam profesi akutan publik.
Kode Etik Akutan Indonesia ada 9 bagian :

1)      Pembukaan
2)      Bab I  Kepribadian
3)      Bab II Kecakapan Profesional
4)      Bab III Tanggung Jawab
5)      Bab IV Ketentuan Khusus
6)      Bab V Pelaksanaan Kode Etik
7)      Bab VI Suplemen dan Penyempurnaan
8)      Bab VII Penutup
9)      Bab VIII Pengesahan

Pada tahun1998 sampai sekarang nama itu diubah kembali ke “Kode Etik Ikatan Akutansi Indonesia (Kode Etik IAI). Dengan struktur etika profesional yang baru yaitu “Delapan Prinsip Etika” yang berlaku bagi seluruh anggota IAI (seluruh Kompartemen dibawah naungan IAI)
AKUTAN PUBLIK DAN AUDITOR INDEPENDEN
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. 
• Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. 
• Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). 
• Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. 
• Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Auditor Independen : akutan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standart auditing SPAP.
KERANGKA KODE ETIK IAI
(1)   Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, (3) Interprestasi Aturan Etika, (4) Tanya dan Jawab
1.      PRINSIP ETIKA
a.       Prinsip Pertama: Tanggung Jawab Profesi
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota me
miliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
b.       Prinsip Kedua: Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, mengormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
c.        Prinsip Ketiga: Integritas
Integritas adalah suatu satu kesatuan yang mendasari munculnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan standar bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
d.       Prinsip Keempat: Objektivitas
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota berdasarkan apa yang telah pemberi nilai dapatkan. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain
e.       Prinsip Kelima: Kompetensi dan Kehati- hatian Profesional
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota tidak diperkenankan menggambarkan pengalaman kehandalan kompetensi atau pengalaman yang belum anggota kuasai atau belum anggota alami. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 fase yang terpisah: (1) Pencapaian Kompetensi Profesional.(2) Pemeliharaan Kompetensi Profesional
f.       Prinsip Keenam: Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selam melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staff di bawah pengawasannya dan orang- orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
g.      Prinsip Ketujuh: Perilaku Profesional
Kewajiban untuk menghindari perbuatan atau tingkah laku yang dapat mendiskreditkan atau mengurangi tingkat profesi harus dipenuhi oleh anggota sebgai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staff, pemberi kerja dan masyarakat umum.
h.      Prinsip Kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan profesionalitasnya sesuai dengan standar teknis dan standar professional yang ditetapkan secara relevan. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh IAI, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang- undangan yang relevan.
2.      ATURAN ETIKA KOMPARTEMEN AKUTAN PUBLIK
a)      101 Independensi : Dalam menjalankan tugas seorang anngota KAP harus menerapkan sikap independensi baik dalam fakta maupun penampilan.
b)      102 Integritas dan Objektivitas : Seorang anggota KAP harus bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh membiarkan fakta salah saji material.
c)      201 Standart Umum : Anggota KAP harus mematuhi standart umum yang sudah ditetapkan oleh IAI.
d)     202 Kepatuhan terhadap Standart : Anggota KAP dalam melakukan tugas jasa auditing wajib mematuhi standart yang dikeluarkan oleh IAI.
e)      300 Tanggung Jawab Kepada Klien : Anggota KAP harus bertanggung jawab atas pekerjaanya terhadap orang atau badan yang mengadakan perikatan dengan KAP.
f)       400 Tanggung Jawab Kepada Rekan Seprofesi
g)      500 Tanggung Jawab dan Praktik lain

BAB 3
BUKTI AUDIT
.
ARSESI MANAJEMEN DALAM LAPORAN KEUANGAN
Arsesi : pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan berdasarkan penggolongan besar sebagai berikut ini:
1)      Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
2)      Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
3)      Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu
4)      Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen- komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya
5)      Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya
STANDART PEKERJAAN LAPANGAN KETIGA
Standart pekerjaan lapanga ketiga berbunyi : “Bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.”
Empat standar penting itu sebagai berikut :
a)      Bukti Audit
Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor dalam pembuatan kesimpulan (opini) dibuat. Bukti audit termasuk di dalamnya adalah: (1). catatan akuntansi yang menghasilkan laporan keuangan, dan (2). Informasi lainnya yang berhubungan/terkait dengan catatan akuntansi dan pendukung alasan logis dari auditor tentang laporan keuangan yang layak.
b)      Cukup atau tidaknya bukti audit : berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor. Faktor yang mempengaruhinya adalah (a) Materialitas dan resiko, (b) Faktor Ekonomi (c) Ukuran dan karakteristik populasi
c)      Kompetensi Bukti Audit : berhubungan dengan kualitas atau keandalan data dan informasi penguat
d)     Bukti Audit sebagi Dasar yang Layak Menyatakan Pendapat Auditor : Pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini : (a) Pertimbangan Profesional (b) Integritas manajemen (c) Kepemilikan publik versus terbatas (d) Kondisi keuangan

TIPE BUKTI AUDIT
1.      Tipe Data Akutansi
a)      Pengendalian Intern Sebagai Bukti
Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Auditor harus mengetahui bahwa klien telah merancang pengendalian intern dan telah melaksanakannya dalam kegiatan usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti yang kuat bagi auditor mengenai keandalan informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
b)      Catatan Akuntansi Sebagai Bukti
Auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan,dengan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan akuntansi. Dengan demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor mengenai pengolahan transakasi keuangan yang telah dilakukan oleh klien.

2.      Tipe Informasi Penguat
·         Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan aktiva berwujud. Pengamatan fisik terhadap suatu aktiva merupakan cara untuk mengidentifikasi sesuatu yang diperiksa, untuk menentukan kuantitas, dan merupakan suatu usaha untuk menentukan mutu atau keaslian kekayaan tersebut.
·         Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau angka atau symbol-simbol yang lain.
·         Perhitungan Sebagai Bukti
Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor, dapat berupa:
1. Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.
2.Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
3.Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi dengan cara menggunakan tarif depressiasi yang digunakan oleh klien.
4.Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, labaper saham yang beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain-lain.

·         Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak meminta keterangan secara lisan dari klien terutama para manajer. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan keterangan tersebut merupakan tipe bukti lisan.
·         Perbandingan
Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang lebih intensif, auditor melakukan analis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang, penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.
·         Bukti dari Spesialis
Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada umumnya spesialis yang digunakan oleh auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan klien.

PROSEDUR AUDIT

Prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi:

1. Inspeksi
2. Pengamatan
3. Konfirmasi
4. Permintaan keterangan
5. Penelusuran
6. Pemeriksaan dokumen pendukung.
7. Perhitungan
8. Scanning
9. Pelaksanaan ulang
10. Teknik audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)


SITUASI AUDIT YANG MENGANDUNG RISIKO BESAR
Dalam situasi tertentu , resiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam akun dan di dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa.  Oleh karena itu, auditor harus waspada jika menghadapi situasi audit yang mengandung risiko besar seperti:
a.       Pengendalian Intern yang Lemah.
b.      Kondisi Keuangan yang tidak Sehat
c.       Manajemen yang tidak dapat Dipercaya
d.      Penggantian Auditor
e.       Perubahan Tarif atau Peraturan Pajak atas Laba
f.       Usaha yang Bersifat Spekulatif
g.      Transaksi perusahaan yang Kompleks

KEPUTUSAN YANG HARUS DIAMBIL OLEH AUDITOR BERKAITAN DENGAN BUKTI AUDIT

Dalam proses pengumpulan bukti audit,auditor melakukan 4 pengambilan keputusan yang saling berkaitan, yaitu:

1) Penentuan prosedur audit yang akan digunakan
2) Penentuan Besarnya Sampel
3) Penentuan Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel
4) Penentuan Waktu yang Cocok untuk Melaksanakan Prosedur Audit

BAB 4
KERTAS KERJA

KONSEP KERTAS KERJA
Kertas Kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan auditor mengenai prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya dan   kesimpulan yang dibuatnya berkenan dengan pelaksanaan audit.
Isi Kertas Kerja : 
1) Telah dilaksanakan standar pekerjaan lapangan pertama yaitu pemeriksaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik.
2)  Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan kedua yaitu pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
3)  Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan ketiga yaitu bukti audit telah diperoleh, prosedur audit telah ditetapkan, dan pengujian telah dilaksanakan , yang memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.

Tujuan Kertas Kerja :
1)      Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.
2)      Menguatkan simpulan-simpulan auditor dan kompetensi auditnya.
3)      Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit.
4)      Memberikan pedoman dalam audit berikutnya.

KEPEMILIKAN KERTAS KERJA
Kertas kerja adalah milik kantor akutan publik, bukan milik klien atau milik pribadi auditor. Namun hak kepemilikan kertas kerja oleh kantor akuntan publik masih tunduk pembatas-pembatasan yang diatur dalam Kode Etik Akutansi Indonesia yang berlaku untuk menghindari hal hal yang bersifat rahasia.
FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN AUDITOR DALAM PEMBUATAN KERTAS KERJA
a)      Lengkap : kertas kerja harus lengkap berisi informasi yang pokok, dan tidak memerlukan tambahan penjelasan lisan.
b)      Teliti : Auditor harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan dan perhitungan sehingga kertas kerja bebas dari kesalahan tulis dan hitu ng.
c)      Ringkas : Kertas kerja harus dibatasi dalam penyajian informasi yang pokok saja sehingga tidak berkesan bertele-tele.
d)     Jelas : isi Kertas kerja harus jelas dalam penyajianya, perlu dihindarinya penggunaan istilah yang bermakna ganda
e)      Rapi : Kerapian dalam pembuatan kertas kerja mempermudah auditor senior untuk me-review pekerjaan audit tersebut.
TIPE KERTAS KERJA
1.    Program audit,yaitu daftar prosedur audit untuk pemeriksaan elemen-elemen tertentu.
2.    Working trial balanceadalah suatu daftar yang berisikan saldo berbagai akun buku besar pada akhir tahun yang diaudit dan pada akhir tahun sebelumnya.
3.    Ringkasan jurnal penyesuaian dan jurnal pengklasifikasian kembali, yaitu jurnal untuk mengoreksi kembali atas kesalahan yang dilakukan auditor.
4.    Daftar pendukung, yaitu daftar untuk melakukan verikasi elemen-elemen yang terdapat dalam laporan keuangan
5.    Daftar utama, yaitu ringkasan akun-akun yang saling berkaitan.
6.    Memorandum audit dan dokumentasi audit merupakan data tertulis yang disiapkan auditor dalam bentuk negatif.
7.    Skedul dan analisis, yaitu akun yang ditunjukan dalam masing-masing buku besar dan mengidentifikasinya.

EMBERIAN INDEKS PADA KERTAS KERJA
Pemberian indeks terhadap kertas kerja akan memudahkan pencarian informasi dalam bebagai daftar yang terdapat diberbagai tipe kertas kerja. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian indeks kertas kerja adalah sebagai berikut :
1)      Setiap kertas kerja harus diberi indeks, dapat disudut atas atu di sudut bawah.
2)      Pencantuman indeks silang (cross index) harus dilakukan sebagai berikut :
1.    Indeks silang dari skedul utama.
2.    Indeks silang dari skedul akun pendapatan dan biaya.
3.    Indeks silang antarskedul pendukung.
4.    Indeks silang dari skedul pendukung ke ringkasan jurnal adjusment.
5.    Indeks silang dari skedul utama ke working trial balance.
6.    Indeks silang dapat digunakan pula untuk menghubungkan program audit dengan kertas kerja.
3)      Jawaban konfirmasi, pita mesin hitung, print-out komputer, dan sebagainya tidak diberi indeks kecuali jika dilampirkan di belakang kertas kerja yang berindeks.

METODE PEMBERIAN INDEKS KERTAS KERJA
Ada tiga metode pemberian indeks terhadap kertas kerja :
1.    Indeks angka. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi indeks dengan angka, sedangkan skedul pendukung diberi subindeks dengan mencantumkan nomor kode skedul utama yang berkaitan.
2.    Indeks kombinasi angka dan huruf. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi kode huruf, sedangkan skedul pendukungnya diberi kode kombinasi huruf dan angka.
3.    Indeks angka berurutan. Kertas kerja diberi angka yang berurutan.

SUSUNAN KERTAS KERJA
Auditor biasanya menyelenggarakan dua macam arsip kertas kerja untuk setiap kliennya :
·       Arsip audit tahunan untuk setiap audit yang telah selesai dilakukan, yang disebut arsip kini (current file)
·       Arsip permanen (permanent file) untuk data yang secara relatif tidak mengalami perubahan.
Arsip kini berisi kertas kerja yang informasinya hanya mempunyai manfaat untuk tahun yang diaudit saja. Arsip permanen berisi informasi sebagai berikut :
1.         Copy anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien
2.         Bagan organisasi dan luas wewenang serta tanggung jawab para manajer
3.         Pedoman akun, pedoman prosedur, dan data lain yang behubungan dengan pengendalian
4.         Copy surat perjanjian penting yang mempunyai  masa laku jangka panjang.
5.         Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk pokok perusahaan
6.         Copy notulen rapat direksi, pemegang saham, dan komite-komite yang dibentuk klien.

Pembentukan arsip permanen ini mempunyai tiga tujuan yaitu :
a)      Untuk menyegarkan ingatan auditor mengenai informasi yang akan digunakan dalam audit tahun-tahun mendatang.
b)      Untuk memberikan ringkasan mengenai kebijakan dan organisasi klien bagi staf yang baru pertama kali menangani audit laporan keuangan klien tersebut.
c)      Untuk menghindari pembuatan kertas kerja yang sama dari tahun ke tahun.

BAB 5
PENERIMAAN PERIKATAN DAN PERENCANAAN AUDIT


TAHAP TAHAP AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN
a)      Penerimaan Perikatan : Kesepakatan kedua belah pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian, dalam perikatan audit, klien yang memerlukan jasa auditing mengadakan suatu perikatan dengan auditor.
b)      Perencanaan Audit : Setelah auditor memutuskan untuk menerima perikatan audit dari kliennya, langkah berikutnya yang perlu ditempuhhhh adalah merencanakan audit. Ada tujuah tahap yang harus ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya.
c)      Pelaksanaan Pengujian Audit ; atau disebut juga pelaksaan pekerjaan lapangan, bertujuan untuk memperoleh bukti audit tentang efektifitas pengendalian intern klien.
d)      Pelaporan Audit : merupakan tahap terakhir ddan harus mengacu pada “standart pelaporan”, dengan dua langkah (1)menyelesaikan audit dengan meringkas semua hasil pengujian dan menarik kesimpulan, (2) menerbitkan laporan audit.

TAHAP TAHAP PENERIMAAN PERIKATAN AUDIT
a.        Mengevaluasi integritas manajemen
Audit atas laporan keuangan bertujuan untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Oleh karena itu, utnuk dapat, menerima perikatan audit, auditor berkepneitngan untuk mengevaluasi integritas manajemen, agar auditor mendapatkan keyakinan bahwa manajemen perusahaan klien dapat dipercaya, sehingga laporan keuangan yang diaudit bebas dari salah saji material sebagai akibat dari adanya integritas manajemen.

b.      Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa
Faktor yang perlu dipertimbangkan oleh auditor tentang kondisi khusus dan risiko luar biasa yang mungkin berdampak terhadap penerimaan perikatan audit dari calon klien dapat diketahui dengan cara:
Ø  Mengidentifikasi pemakai laporan audit
Ø  Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan legal calon klien di masa depan,
Ø  Mengevaluasi kemungkinan dapat atau tidaknya laporan keuangan calon klien diaudit.

c.       Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit
Standar umum yang pertama berbunyi sebagai berikut; “Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.”  Oleh karena itu, sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus mempertimbangkan apakah ia dan anggota tim auditnya memiliki kompetensi memadai untuk menyelesaikan perikatan tersebut, sesuai standatr auditing yang ditetapkan oleh IAI ( Ikatan Akuntan Indonesia).

d.      Menilai independensi
Standar umum yang kedua: “dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.”  Oleh karena itu, sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus memastikan bahwa setiap profesional yang menjadi anggota tim auditnya tidak terlibat atau memiliki kondisi yang menjadikan independensi tim auditnya diragukan oleh pihak yang mengetahui salah satu dari delapan golongan informasi.

e.       Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dengan  kecermatan dan keseksamaan.
Standar umum yang ketiga berbunyi sebagai berikut: “ dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.” Dengan demikian, kecermatan dan keseksamaan penggunaan kemahiran profesional auditor ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk merencanakan dan melaksanakan audit.

f.       Membuat surat perikatan audit
Surat perikatan audit dibuat oleh auditor untuk kliennya yang berfungsi untuk mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukkan oleh klien, tujuan dan lingkup audit, lingkup tanggungjawab yang dipikul oleh auditor bagi kliennya.

PERENCANAAN AUDIT
Setelah auditor memutuskan untuk menerima perikatan audit dari kliennya, langkah berikutnya yang perlu ditempuhhhh adalah merencanakan audit. Ada tujuah tahap yang harus ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya:
1)      Memahami bisnis dan industri klien
Pemahaman atas bisnis klien memberikan panduan tentang sumber informasi bagi auditor untuk memahami bisnis dan industri klien.
2)      Melaksanakan prosedur analitik
Prosedur analitik memberikan panduan bagi auditor dalam menggunakan prosedur analitik pada tahap perencanaan audit, pada tahap pengujian dan pada tahapreview menyeluruh terhadap hasil audit. Prosedur analitik dilaksanakan melalui enam tahap, yaitu:
·         Menidentifikasi perhitungan/perbandingan yang harus dibuat
·         Megembangkan harapan
·         Melaksanakan perhitungan/perbandingan
·         Menganalisa data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
·         Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi perbedaan tersebut
·         Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap perencanaan audit
3)      Mempertimbangkan tingkat materialitas awal
Pada tahap perencanaan audit, audit perlu mempertimbangkan materialitas awal pada dua tingkat berikut ini:
·         Tingkat kaporan keuangan
Materialitas awal pada tingkat laporan keuangan  diterapkan oleh auditor karena pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan diterapkan pada laporan keungan sebagai keseluruhan. 
·         Tingkat saldo akun
Materialitas awal pada tingkat saldo akun ditentukan oleh auditor pada tahap perencanaan audit karena untuk mencapai kesimpulan tentang kewajaran laporan keuangan sebagi keseluruhan, auditor perlu melakukan verifikasi saldo akun.
4)      Mempertimbangkan risiko bawaan
Dalam keseluruhan proses audit, auditor mempertimbangkan berbagai risiko, sesuai dengan tahap-tahap proses auditnya.  Berbagai risiko yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam setiap tahap proses auditnya. 
5)      Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika periaktan dengan klien berupaa audit tahun pertama
Auditor harus menetukan bahwa saldo awal mencerminkan penerpaan kebijakan akuntansi yang semestinya dan bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara konsisten dalam laporan keuangan tahun berjalan. Bila terdapat perubahan dalam kebijakan akuntansi atau penerapnnya, auditor harus memperoleh kepastian bahwa perubahan tersebut memang semestinya dilakuakn, dan dipertanggungjawabkan, serta diungkapkan.
6)      Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan
Dengan adanya keterkaitan antara bukti audit, materialitas dan komponen risiko audit (risiko bawaan, risiko pengendalian dan riiko deteksi), auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit terhadap asersi individual atau golongan transaksi. Ada dua strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor:
·         Primarily substantive approach
·         Lower assessed level of control risk approach
7)      Memahami pengendalian intern klien
Langkah pertama dalam pengendalian intern adalah dengan mempelajari unsur-unsur pengendalian intern yang berlaku. Langkah berikutnya adalah melakukan penilaian terhadap efektivitas pengendalian intern dengan menentukan kekuatan dan kelemahan pengendalian intern tersebut. Untuk mendukung keyakinan atas efektivitas pengendalian intern tersebut, auditor melakukan pengujian pengendalian.

BAB 6
MATERIALITAS, RISIKO DAN STATEGI AUDIT AWAL

MATERIALITAS
Pengertian Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
Pertimbangan Awal mengenai Materialitas
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif yang berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan dan kualitatif yang berkaitan dengan penyebab salah saji.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut ini :
a.     Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b.    Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan. 
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1.     Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan, sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau penghilangan informasi yang diperlukan.
Berikut ini  diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :
a.     Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5 % sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
b.     Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ % sampai 1 % dari total aktiva.
c.      Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1 % dari total pasiva.
d.     Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ % sampai 1 % dari pendapatan bruto.
2.     Materialitas pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada timgkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan.
RESIKO AUDIT
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya.
Resiko Audit dibagi menjadi 2 :
a)      Resiko Audit Keseluruhan : merupakan besaranya risiko audit yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar.
b)      Risiko Audit Individual : pengalokasian resiko audit keseluruhan ke akun-akun secara individual, sehingga sangat diperlukan penentuan risiko untuk setiap akun.
Unsur Resiko Audit :
a)      Risiko Bawaan : kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang terkait.
b)      Risiko Pengendalian : risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern.
c)      Risiko Deteksi : risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi.
Penggunaan Informasi Audit :
Risiko Audit individual = Risiko bawaan x Risiko pengendalian x Risiko deteksi
 
Formula risiko audit


Resiko Deteksi
Resiko Audit Individual
Resiko Bawaan x Risiko Pengendalian

 
Formula resiko deteksinya


HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, BUKTI AUDIT
Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit digambarkan sebagai berikut :
a)      Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat meterialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
b)      Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
c)      Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini :
          i.          Menambah tingkat meterialiras, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
        ii.          Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan.
      iii.          Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-sama.
STRATEGI AUDIT AWAL
Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit, dan bukti audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam, yaitu pendekatan terutama substantif (primarily substantive approach), dan pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower assessed level of control risk approach).
Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam :
1.     Pendekatan Terutama Substantif. Dalam strategi audit ini, auditor mengumpulkan semua atau hampir semua bukti audit dengan menggunakan pengujian substantif dan auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak mempercayai pengendalian intern.
2.     Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah. Dalam pendekatan ini, auditor meletakkan kepercayaan moderat atau pada tingkat kepercayaan penuh terhadap pengendalian, dan sebagai akibatnya auditor hanya melaksanakan sedikit pengujian substantif.




BAB 7
PEMAHAMAN ATAS PENGENDALIAN INTERN

STANDART PEKERJAN LAPANGAN KEDUA
Standar pekerjaan lapangan kedua berbunyi sebagai berikut:
“Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan”.
Aditor diwajibkan oleh standart pekerjaan lapangan kedua untuk memahami pengendalian intern yang berlaku.

DIFINISI PENGENDALIAN INTERN
Pengendalian intern :  suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian 3 golongan tujuan berikut ini:
1. Keandalan pelaporan keuangan
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
3. Efektivitas dan efisiensi operasi

Dari definisi pengendalian tersebut terdapat beberapa konsep dasar berikut ini:
a)      Pengendalian intern merupakan proses. Artinya suatu rangkaian tindakan yang bersifat pervasif dan  menjadi bagian tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan, dari infrastruktur entitas.
b)      Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Artinya bukan hanya terdiri dari  pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen, dan personal lain.
c)      Pengendalian intern diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris entitas.
d)     Pengendalian Intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan ; pelaporan keuangan, kepatuhan dan operasi.

TUJUAN PENGENDALIAN INTERN
Tujuan pengendalian intern :
(1) keandalan informasi keuangan,
(2) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku,
(3) efektivitas dan efisiensi operasi.
Auditor berkewajiban untuk memahami pengendalian intern yang ditujukan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akutansi berterima umum di Indonesia dan untuk menentukan apakah audit mungkin dilaksanakan terjadi salah saji material.

KETERBATASAN BAWAAN PENGENDALIAN INTERN SUAT ENTITAS
1.      Kesalahan dalam pertimbangan. Seringkali, manajemen dan personal lain dapat salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil.
2.      Gangguan. Personal secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian atau kelelahan, perubahan yang bersifat sementara dalam personal atau dalam sistem dan prosedur.
3.      Kolusi. Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan yang dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian intern yang dibangun untuk kekaya anentitas.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam Pengendalian Intern : Manajemen, dewan komisaris dan komite audit, auditor intern, personel lain entitas, auditor independen, pihak luar yang lain.
UNSUR UNSUR PENGENDALIAN INTERN
a)       Lingkungan pengendalian (menetapkan suasana suatu oraganisasi yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orang2nya) terdiri dari enam unsur  : (1)Nilai integritas dan etika, (2)Komitmen terhadap kompetensi, (3)Berfungsinya dewan komisaris dan komite audit, (4)Filosofi dan gaya operasi, (5)Struktur organisai, (6)Pembagian wewenang dan pembenahan tanggungjawab
b)       Penilaian Risiko (identifikasian dan analisis entitas mengenai risiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan entitas)
c)       Informasi dan Komunikasi (mencakup sistem informasi akutansi suatu transaksi entitas dan penyampaian informasi kepada semua personel entitas)
d)       Aktivitas Pengendalian (kebijakan dan prosedur yang membantu menyakinkan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan)
e)       Pemantauan (proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian intern suatu entitas)
DOKUMENTASI INFORMASI TENTANG PENGENDALIAN INTERN
Ada tiga cara :
a)      Kuesioner Pengendalian Intern Baku (standart internal control questionarie)
b)      Uraian Tertulis (written description)
c)      Bagan Alir Sistem (system flowchart)
Sumber Informasi untuk Memperoleh Gambaran Pengendalian Intern yang Berlaku
1.      Bagan organisasi dan diskripsi jabatan
2.      Buku pedoman akun
3.      Buku pedoman sistem akutansi
4.      Permintaan keterangan pada karyawan inti
5.      Permintaan keterangan kepada karyawan pelaksana
6.      Laporan kertas kerja, dan programaudit auditor intern
7.      Pemeriksaan terhadap catatan akutan, dokumenter, peralatan mekanis, dan media lain yang digunakan untuk mencatat transaksi, mengolah data keuangan dan operasi.
8.      Kunjungan keseluruh kantor dan pabrik
9.      Laporang mengenai rekomendasi perbaikan pengendalian intern dan laporan auditor tahan sebelumnya yang telah diterbitkan
Untuk Menguji Kepatuhan Terhadap Pengendalian Intern : Auditor melakukan dua macam pengujian : (1) Pengujian adanya kepatuhan terhadap pengendalian Intern
(2)      Pengujian tingkat kepatuhan terhadap pengendalian intern
Untuk Menentukan Apakah Pengendalian Intern yang diigambakan dalam bagan alir sistem akutansi dan jawaban kuesioner pengendalian intern benar-benar ada dan dilaksanakan, auditor menempuh dua cara : (1) Pengujian transaksi dengan cara mengikuti pelaksanaan transaksi tertentu,                       (2) Pengujian transaksi tertentu yang telah terjadi dan tercatat

AUDIT INTERN
Menurut Sukrisno Agoes (2004:221), internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku.
Fungsi internal auditor yang dikemukakan oleh Holmes dan Overmayer yang menggolongkan secara terperinci:
a)      Menentukan baik tidaknya internal control dengan memperhatikan pemeriksaan fungsi dan apakah prinsip akuntansi benar-benar telah dilaksanakan.
b)      Bertanggung jawab dalam menentukan apakah pelaksanaan sesuai dengan rencana policy dan prosedur yang telah ditetapkan sampai nilai apakah hal tersebut telah diperbaiki atau tidak,
c)      Menverifikasi adanya keuntungan kekayaan atau asset termasuk mencegah dan menentukan penyelesaian.
d)     Menverifikasikan dan menilai tingkat kepercayaan terhadap sistem akuntansi dan pelaporan.
e)      Melaporkan secara objektif apa yang diketahui kepada manajemen disertai rekomendasi perbaikan.


BAB 8
PENAKSIRAN RESIKO DAN DESAIN PENGUJIAN

PENAKSIRAN RESIKO DAN PENGENDALIAN
Penaksiran risiko pengendalian adalah proses evaluasi efektivitas desain dan operasi kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern entitas dalam rangka pencegahan atau pendeteksian salah saji material di dalam laporan keuangan.
Kegiatan ini dilakukan oleh auditor pada tahap pemahaman dan pengujian atas struktur pengendalian intern klien. Adapun tahap-tahapnya sebagai berikut:
a)      Pertimbangkan pengetahuan yang diperoleh dari pemahaman atas struktur pengendalian intern.
b)      Lakukan identifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi entitas.
c)      Lakukan identifikasi pengendalian yang diperlukan untuk mencegah atau mendeteksi salah saji.
d)     Lakukan pengujian pengendalian terhedap pengendalian yang diperlukan untuk menentukan efektivitas desain dan operasi struktur pengenalian intern.
e)      Lakukan evaluasi terhadap bukti dan buat taksiran risiko pengendalian
Pengujian pengendalian adalah prosedur audit yang dlaksanakan untuk menentukan efektivitas desain  atau operasi kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern.
Pengujian pengendalian diterapkan oleh auditor selama perencanaan audit dan dalam pekerjaan interim. Selain itu pengujian pengendalian juga dapat diterapkan dalam kedua strategi audit yakni (1)Pendekatan terutama substantif , (2)Pendekatan risiko pengendalian rendah.
Macam-macam pengujian pengendalian sebagai pilihan auditor dalam pelaksanaan audit :
a)      Pengujian Pengendalian Bersamaan (Current test of control) yang terdiri dari prosedur untuk memperoleh pemahaman sekaligus untuk mendapatkan bukti tentang efektifitas PI
b)      Pengujian Pengendalian yang Direncanakan merupakan yang dilaksanakan untuk menentukan taksiran awal risiko pengendalian moderat atau rendah sesuai dengan tingkatan pengujian subtantif yang direncanakan.
c)      Pengujian Pengendalian Tambahan merupakan pengujian yang biasanya dilaksanakan oleh auditor jika, berdasarkan hasil pengujian pengendalian  bersama yang memperlihatkan pengendalian intern yang efektif.
d)     Pengujian dengan Tujuan Ganda (dual-purpose test) merupakan pengujian yang didisain sedemikian rupa sehinggga auditor dapat mengumpaulkan bukti tentang efektifitas pengendalian intern sekaligus dapat mengumpulkan bukti tentang kekeliruan moneter dalam akun.
PERANCANGAN PENGUJIAN PENGENDALIAN
Disamping auditor dapat memilih pengujian pengendalian bersamaan atau pengujian pengendalian yang direncanakan, auditor dapat memilih jenis prosedur yang akan digunakan dalam pelaksanaan pengujian pengendalian, saat, dan lingkup pengujian pengendalian.
1.      Jenis Pengujian Pengendalian

a)      Permintaan keterangan
b)      Pengamatan
c)      Inspeksi
d)     Pelaksanaan kembali

2.      Waktu Pelaksanaan Pengujian Pengendalian
Berkaitan dengan kapan prosedur tersebut dilaksanakan dan bagian periode akuntansi mana prosedur tersebut berhubungan. Pengujian pengendalian tambahan dilaksanakan dalam pekerjaan interim,yang dapat dalam jangka waktu beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit.
3.      Lingkup Pengujian Pengendalian
Semakin luas ruang lingkup pengujian pengendalian yang dilakukan, maka akan dapat lebih banyak bukti yang dikumpulkan mengenai efektivitas pengendalian intern.
PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN
Keputusan yang diambil oleh auditor berkaitan dengan jenis, lingkup, dan saat pengujian pengendalian harus didokumentasikan dalam suatu program audit dan kertas kerja yang bersangkutan. Program audit adalah daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu, sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit.
KERJASAMA DENGAN AUDITOR INTERN DLM PENGUJIAN PENGENDALIAN
Bilamana auditor independen melakukan audit atas laporan keuangan entitas yang memiliki fungsi audit intern, auditor dapat melakukan:
  • Melakukan koordinasi pekerjaan audit dengan Auditor Intern
  • Menggunakan Auditor Intern untuk menyediakan bantuan langsung dalam audit
PENENTUAN RESIKO DETEKSI
Dalam tahap-tahap audit atas laporan keuangan, penentuan risiko deteksi terletak pada tahap auditor mendesain pengujian substantif. Gambar berikut menggambarkan letak penentuan risiko deteksi dalam proses audit, sedangkan pengertian dari risiko deteksi yaitu risiko auditor tidak akan mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi.
Perencanaan
Audit
Pemahaman dan
Pengujian Struktur Pengendalian Intern
Pelaksanaan
Pengujian Sustantif
Penerbitan
Laporan Audit
Penaksiran Risiko Bawaan
Penaksiran risiko
Pengendalian
Penetapan Risiko Deteksi
Penilaian risiko
Audit
Risiko deteksi dapat dihitung dengan rumus:
RD =
RA
RB x RP

Ket.
RD = risiko deteksi
RP = Risiko Pengendalian
RA = risiko audit
RB = risiko bawaan

Jika tingkat risiko pengendalian final sama dengan yang direncanakan. Auditor dapat melanjutkan untuk mendesain pengujian substantif khusus berdsarkan tingkat pengujian substantif yang telah direncanakan. Namun jika tingkat risiko pengendalian final tidak sama dengan yang direncanakan, auditor harus mengubahtingkat pengujian substantif sebelum auditor mendesain pengujian substantif khusus untuk menampung tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.
Hubungan antara strategi audit awal, risiko deteksi yang direncanakan dan tingakat pengujian substantif yang direncanakan secara ringkas digambarkan sebagai berikut:
Strategi Audit Awal
Risiko Deteksi yang Direncanakan
Tingkat Pengujian Substantif yang direncanakan
Pendekatan Terutama substantif
Rendah atau sangat rendah
Tingkat tinggi
Pendekatan taksiran risiko Pengendalian rendah
Moderat atau tinggi
Tingkat rendah

DESAIN PENGUJIAN SUBTANTIF
Pengujian substantif menghasilkan bukti audit tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan signifikan. Desain pengujian substantif mencakup:
a.       Sifat Pengujian Substantif
b.      Saat Pengujian
c.       Lingkup Penguji

Prosedur Untuk Melaksanakan Pengujian Substantif
Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif yaitu:
1.      Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan berkaitan dengan kinerja tugas mereka.
2.      Pengamatan atau observasi terhadap personil dalam melaksanakan tugas mereka.

3.      Menginspeksi dokumen dan catatan.

4.      Melakukan penghitungan kembali
5.      Konfirmasi
6.      Analisis
7.      Tracing atau pengusutan
8.      Vouching atau penelusuran


Sifat Atau Jenis Pengujian Substantif
Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe pengujian substantif yang dapat digunakan yaitu:
1.      Pengujian rinci atau detail saldo
2.      Pengujian rinci atau detail transaksi
3.      Prosedur analiti


BAB 9
ATTRIBUTR SAMPLING UNTUK  PENGUJIAN PENGENDALIAN

STATISTICAL SAMPLING
AU 350.01 mendefinisikan sampling audit (audit sampling) sebagai penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi yang kurang dari 100 % dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut. Sampling audit diterapkan baik untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Namun demikian, hal tersebut bukan berarti dapat diterapkan untuk seluruh prosedur audit yang dapat digunakan dalam pengujian-pengujian tersebut. Contoh, sampling audit secara luas di gunakandalam pemeriksaan (vouching), konfirmasi (confirming), dan penelusuran (tracing), tetapi haltersebut tidak biasa digunakan dalam pengajuan pertanyaan, observasi, dan prosedur analitis
Ada dua Model sampling : (1) Attribute Sampling
(2) Variable Sampling
Ada empat tipe sampel dalam pengujian pengendalian yaitu:
  1. Sample 100%
Auditor memilih anggota sample berdasarkan unsur penting atau kunci dengan memeriksademua dokumen atau catatan yang bersangkutan dengan transaksi tertentu.
  1. Judgement Sample
Auditor memilih anggota sample berdasarkan pertimbangannya sendiri dimana sampleyang diambil adalah semua dokumen atau catatan suatu transaksi pada suatu periodetertentu saja.
  1. Representative Sample
Auditor memilih anggota sampel secara acak dari seluruh anggota populasi tetapi sampelyang dipilih dalam metode ini tidak dapat dianalisis secara matematis.
  1. Statistical Sample
Auditor memilih anggota sampel secara acak dari seluruh anggota populasi danmenganalisis hasil pemeriksaan terhadap anggota sample secara matematis
ATTRIBUTE SAMPLING MODELS
Terdiri dari : (1) Fixed-sample-size atribute sampling (2) Stop-or-go sampling (3) Discovery sampling
  1. Fixed Sample Size Attribute Sampling.
Model ini paling banyak digunakan dalam audit. Pengambilan sampel dengan model iniditujukan untuk memerkirakan persentase terjadinya mutu tertentu dalam suatu populasi. Prosedur  pengambilan sample dari model ini adalah sebagai berikut:
a)      Penentuan attribute yang akan diperiksa untuk menguji efektivitas pengendalian intern
b)      Penentuan populasi untuk mengambil samplenya
c)      Penentuan besarnya sample
d)     Pemilihan anggota sample dari seluruh anggota populasi
e)      Penafsiran terhadap attribute yang menunjukkan efektivitas unsur pengendalian intern
f)       Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap attribute anggota sample

  1. Stop or Go Sampling (Decision Attribute Sampling).
Model ini dapat mencegah auditor dari pengambilan sample yang terlalu banyak, yaitu dengan cara menhentikan pengujian sedini mungkin. Model ini digunakan jika auditor yakin bahwa kesalahan yang diperkirakan dalam populasi sangat kecil. Prosedur yang harus dilakukan untuk menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:
a)      Tentukan desired upper precision limit dan tingkat keandalan, auditor menentukan tingkat ke andalan yang akan dipilih dan tingkat kesalahan maksimum yang masih dapat diterima.
b)     Gunakan tabel  Besarnya Sample Minimum untuk Pengujian Pengendalian gunamenentukan sample pertama yang harus diambil ,  jika pengendalian klien baik, auditor disarankan untuk tidak menggunakan tingkat  keandalan kurang dari 95% dan menggunakan desired upper  precision limit lebih dari 5%.
c)      Buatlah tabel Stop or Go Decision
d)     Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap sample

  1. Discovery Sampling.
Model ini cocok digunakan jika tingkat kesalahan yang diperkirakan dalam populasi sangat rendah (mendekati nol). Model ini dipakai untuk menemukan kecurangan, pelanggaran yang serius dari unsur pengendalian intern, dan ketidak beresan lainnya. Pada umumnya, kondisi yang diperlikan sebagai dasar penggunaan model ini adalah:
a)      Jika auditor memerkirakan tingkat kesalahan dalam populasi sebesar nol atau mendekati nol persen.
b)      Jika auditor mencari karakteristik yang sangat kritis, yang jika hal ini ditemukan, merupakan petunjuk adanya ketidak beresan yang lebih luas atau kesalahan yang serius dalam laporan keuangan. Model ini juga digunakan oleh auditor dalam pengujian substantif. Jika tujuan audit untuk menemukan paling tidak satu kesalahan yang memunyai dampak potensial terhadap suatu akun, maka model ini digunakan untuk tujuan tersebut. Prosedur pengambilan sample dalam model ini adalah sebagai berikut:
·         Tentukan attribute yang akan diperiksa
·         Tentukan populasi dan besar populasi yang akan diambil samplenya
·         Tentukan tingkat keandalan
·         Tentukan desired upper precision limit
·         Tentukan besarnya sample
·         Periksa attribute sample
·         Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap karakteristik sample

BAB 10
VARIABEL SAMPLING UNTUK PENGUJIAN SUBTANTIF

VARIABEL SAMPLING
Variabel sampling adalah tehnik statistik yang digunakan oleh auditor untuk menguji kewajaran suatu jumlah atau saldo dan untuk mengestimasi jumlah rupiah suatu saldo akun atau kuantitas yang lain. Dalam pengujian subtantif auditor dapat menghadapi dua keputusan : (1) Melakukan estimasi suatu jumalah (misal saldo suatu akun). (2) Menguji kewajaran suatu jumlah
Ketidakpastian, Risiko Sampling, dan Risiko Audit :  Auditor dimungkinkan untuk menerima sejumlah ketidakpastian dalam pengujian subtantif, apabila waktu dan biaya untuk memeriksa unsur-unsur dalam populasi menurut pertimbangannya akan lebih besar daripada akibat kemungkinan menyatakan pendapat yang keliru dari hasil pemeriksaan hanya pada data sampel.
VARIABEL SAMPLING UNTUK UJI HIPOTESIS
Dalam pengambilan sampel terdapat dua cara yaitu : (1) Sampling Statistik
             (2) Sampling nonstatistik
Dengan tujuh tahap pengambilan sample yang sama antara dua cara tersebut yaitu berikut :
a)      Penentuan tujuan pengambilan sample
1.      Menentukan jumalh saldo akun yang dianggap benar oleh auditor dengan menggunakan teknik penaksiran berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap sample
2.      Menentukan apakah auditor dapat menerima bahwa perbedaan antara jumlah yang ditaksir tersebut dengan jumlah yang bersangkutan didalam buku secara material benar atau menolaknya karena secara material kliru.
Simbol hipotesis nol dan hipotesis alternatif : Ho: |AV-BV|<A
  H1: |AV-BV|≥A
b)     Penentuan Populasi
Populasi terdiri dari kelompok transaksi atau saldo akun yang diuji. Untuk setiap populasi, auditor harus memutuskan apakah seluruh item tersebut akan diikutkan. Unit sampling dalam sampling PPS adalah rupiah itu sendiri, dan populasinya adalah jumlah rupiah yang sama dengan jumlah total rupiah pada populasi tersebut. Meskipun setiap rupiah tersebut merupakan dasar pemilihan sampel, namun yang diuji auditor adalah akun, transaksi, dokumen, atau itemitem sejenis yang berkaitan dengan rupiah yang dipilih
c)      Penentuan sampling unit
Sampling unit adalah unsur-unsur secara individual yang terdapat dalam populasi, yang dapat berupa: (1)Suatu Saldo Akun, (2) Suatau transaksi yang membentuk suatu saldo akun, (3) Suatu dokumen yang menjadi bukti transaksi,
d)     Penentuan besarnya sample
Empat faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan besaran sample : (1) Besarnya deviasi stadart dalam populasi, (2) Tingkat rsko yang ditanggung oleh auditor (3) Besarnya kekeliruan yang dapat diterima audittor (4) Kekeliruan rupiah yang akan
SD : Standart Devisiasi populasi
UR : Zalfa yang dihitung berdasarkan tabel  Z
A    : Ketetapan yang dapat diterima oleh auditor
M   : Materialitas yang dialokasikan pada objek yang   sedang diperiksa
 
dijumpai dalam populasi. Rumus untuk menentukan besaran sample :
A = M
UR
UR + Z beta

n'    =
   UR.SD      2
        A

e)      Penentuan metoda pemilihan sample
Dengan tiga metode : (a) Judgedment sampling, (b) Systematic sampling, (c) Random Sampling
f)       Pemeriksaan sample
Dengan rumus :
g)      Evaluasi hasil sample

VARIABLE SAMPLING UNTUK ESTIMASI
Pengujian substantif bertujuan untuk mengumpulkan bukti kewajaran saldo akun dan penjelasannya.  Pengujian substatif dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:
1)      Non statistical sampling, dimana auditor memilih sample dan mengevaluasi hasil pemeriksaan sample berdasar pertimbangan pribadinya.
2)      Classical statistical sampling, dapat digunakan auditor dalam pengujian substantif jika populasi yang dihadapinya berisi banyak perbedaan antara  jumlah  yang  dicatat dalam buku dengan jumlah pemeriksaan yangdilakukan auditor.
3)      Probability proportional to size statistical sampling, teknik statistik yang digunakan dalam pengujian sunstansif  terutama jika populasi berisi sedikit jumlah overstatement yang menyengkut nilai rupiah yang besar.Model statistik yang digunakan oleh auditor dalam memerkirakan suatu jumlah terdiri dari:
a)      Unstratified mean per unit
b)      Stratified mean per unit
c)      Difference estimation
d)     Ratio estimation

BAB 11
AUDIT DALAM LINGKUNGAN SISTEM INFORMASI AKUTANSI


PERKEMBANGAN PEMANFAATAN KOMPUTER DALAM BISNIS
Pemanfaatan komputer dalam bisnis telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan pemanfaatan komputer dalam bisnis yang telah melalui tiga tahap yaitu :
1.      Jaman pengolahan data elektronik
System pengolahan data adalah sama dengan system akuntansi. Pandangan ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada mulanya computer hanya diterapkan untuk tugas akuntansi dan, penggunaanya disebut pengolahan data elektronik atau EDP.
2.       Jaman teknologi informasi
Teknologi informasi dimanfaatkan lebih jauh tidak hanya untuk penolahan data tapi juga dimanfaatkan untuk menghasilkan informasi dan untuk analisis sebagi basis untuk pengambilan keputusan.
3.      Jaman jejaring
Dalam era jejaring perusahaan-perusahan membangun jejaring organisai (organization network) dalam menghasilkan produk dan jasa bagi customer.

BEDA AKUTANSI DENGAN MANUAL SYSTEM DENGAN AKUTANSI DENGAN SISTEM INFORMASI KOMPUTER
Dilihat dari karakteristik akuntasi manual sistem :
a.       Sistem akuntansi manual berfungsi sebagai sistem
b.      Pemakai informasi akuntansi hanya dapat memanfaatkan informasi akuntansi setelahfungsi akuntansi menyajikan laporan kepada pemakai laporan
c.       Laporan keuangan yang dihasilkan hanya berdimensi tunggal
d.      Data akuntansi dicatat dalam buku besardan buku besar pembantu dan buku ini dijagaketat disuatu tempat
e.       Manual sistem meninggalkan jejak audit yang mudah diperiksa kembali
f.       Proses pengolahan akuntansi melibatkan banyak orang
g.      Pengendalian terhadap personal dilaksanakan melalui pembelakuan banyak aturan danpenggunaan jenjang organisasi.
Dilihat dari karakteristik akuntansi sistem informasi komputer :
  1. Akuntansi menghasilkan buku besar yang berfungsi sebagai gudang data
  2. Pemakai informasi akuntansi dapat memanfaatkan informasi akuntansi dengan akses secara langsung ke shared database
  3. Dapat menghasilkan informasi dan laporan keuangan multidimensi
  4. Data akuntansi dicatat dalam buku besar dan buku pembantu yang diselenggarakan secaraelektronik dalam bentuk shared database
  5. Sangat mengandalkan pada berfungsinya kapabilitas perangkat keras dan perangkat lunak
  6. Jejak audit dalam sistem informasi komputer menjadi tidak terlihat
  7. Mengurangi keterlibatan manusia
  8. Mengubah kekeliruan yang bersifat acak kekeliruan yang bersistem
  9. Rentan terhadap akses tanpa ijin
  10. Menimbulkan resiko kehilangan data
  11. Sistem informasi komputer menurut pengitegrasian fungsi
  12. Menghilangka sistem otorisasi tradisional
  13. Sistem informasi komputer menurut pekerja pengetahuan untuk menjalankannya
DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP HUBUNGAN BISNIS
Auditor umumnya memandang hubungan bisnis yang wajar adalah jika dilaksanakan berdasar falsafah arm’s length transaction, yaitu transaksi antara pihak-pihak yang bebas atau independen. Hubungan istimewa (related party transaction) diyakini oleh auditor sebagai transaksi yang akan menimbulkan ketidak wajaran angka yang dicatat dalam catatan akuntansi.  Jaman teknologi informasi menjadikan lingkungan bisnis menjadi sangat kompetitif.  Berikut perkembangan pendekatan dalam membangu  hubungan bisnis
a.      Pendekatan Keluarga, Pendekatan keluarga dalam mengembangkan hubungan bisnis memiliki segi positif. Pendekatan keluarga dilandasi kepercayaan, dan hubungan bisnis sangat memerlukan hubungan tersebut agar transaksi bisnis dapat berjalan dengan lancar dan efektif.
b.      Pendekatan Bisnis, digunakan untuk mengatasi kelemahan pendekatan keluarga. Pendekatan bisnis digunakan sebagai dasr membangun hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok dan mitra bisnisnya dan antara menejer dengan karyawan dan antar fungsi dalam perusahaan.
c.       Pendekatan Kemitraan, untuk menggabungkan segi positif yang ada didalam pendekatan keluarga dan pendekatan bisnis. Pendekatan kemitraan usaha menitik beratkan pada trust building dan competencydidalam membangun hubungan kemitraan, baik didalam organisasi perusahaan (antara menejer dengan karyawan dan antar fungsi dalam organisasi) maupun antara perusahaan dengan para pemasok dan mitra bisnisnya.

TIPE  KONFIGURASI  SISTEM INFORMASI KOMPUTER
Dalam perikatan audit, auditor kemungkinan akan menjumpai satu dari tiga tipe lingkungansistem informasi komputer berikut ini:
  1. Stand alone micro computer
  2. Online computer system
  3. Database system 
Auditor perlu memahami karakteristik masing-masing konfigurasi sistem informasi komputer tersebut, dampak karakteristik tersebut terhadap pengendalian intern yang unik untuk masing-masing konfigurasi tersebut, dan dampak masing-masing konfigurasi tersebut terhadap prosedur audit yang akan digunakan oleh auditor.
Peranan Teknologi Informasi Terhadap Audit Sistem Informasi Komputerisasi Akuntansi Dilihat Dari Pengendalian Intern.
Menurut SPAP dalam SA Seksi 314.4 No. 05-09 pengendalian intern atas pengolahan komputer, yang dapat membantu pencapaian tujuan pengendalian intern secara keseluruhan, mencakup baik prosedur manual maupun prosedur yang didesain dalam program komputer.

Ada tiga metode yang digunakan dalam melaksanakan EDP Audit yakni:
  1. Audit Around The Computer
Auditing sekitar komputer dapat dilakukan jika dokumen sumber tersedia dalam bahasa non mesin,   dokumen-dokumen disimpan dengan cara yang memungkinkan pengalokasiannya untuk tujuan auditing, outputnya memuat detail yang memadai, yang memungkinkan auditor menelusuri suatu transaksi dari dokumen sumber ke output atau sebaliknya.

  1. Audit Through The Computer
Auditor  menguji dan  menilai efektivitas prosedur  pengendalian  operasi  dan program komputer serta ketepatan proses di dalam computer.
  1. Audit With The Computer
Audit dilakukan dengan menggunakan komputer dan software untuk mengotomatiskan  prosedur  pelaksanaan  audit.
Peranan Teknologi Informasi Terhadap Audit Sistem Informasi Komputerisasi Akuntansi Dilihat Dari Teknik-teknik audit dengan menggunakan Teknologi Informasi
Ada beberapa teknik ynag dapat dilakukan dalam pemeriksaan EDP, antara lain:
  1. Pengujian dengan Data Simulasi
  2. Pemanfaatan Fasiltas Pengujian Secara Terpadu
  3. Simulasi Paralel
  4. Pemasangan Modul Pemeriksaan.
  5. Pemakaian Perangkat Lunak Khusus Untuk Pemeriksaan
  6. Metode Tracing
  7. Metode Pemetaan (Mapping)

Teknik Audit Berbentuk Komputer (TABK)
 Ada dua kondisi yang menyebabkan auditor perlu memertimbangkan penggunaan TABK, yaitu:
  • Tidak adanya dokumen masukan atau tidak adanya jejak audit (audit trail) dalam sistem informasi komputer
  • Dibutuhkannya peningkatan efektivitas dan efisiensi prosedur audit dalam pemeriksaan 
Ada dua tipe TABK yang sering digunakan dalam audit, yaitu:
  1. Perangkat lunak audit (audit software)
  2. Data uji (test data) untuk tujuan audit


BAB 12
AUDITING KECURANGAN

SEKANDAL AKUTANSI MENGGOYAHKAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT
Profesi akuntansi mendapat tekanan politik yang berat dari kalangan legislator yang menghendaki reformasi, dan publisitas negative yang mengelilingi dugaan kegagalan audit memberi semua akuntan public citra yang sangat tidak menguntungkan. Kejadian adalah pada tahun 1938. Skandal akuntansi korporasi tersebut adalah Mckesson Robbins, dan dapat dikatakan bahwa skandal ini menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap cara pelaksanaan audit ketimbang semua skandal sesudahnya, termasuk Enrondan Worldcom.
Pada tahun 1924, Philip Musica, yang tidak lulus sekolah menengah atas dan pernah dinyatakan bersalah melakukan penipuan dan dihukum penjara, menyebut dirinya sendiri sebagai F Donald Coster dan menganugerahi dirinya sendiri gelar dokter. Kecurangan klasik di Mckesson-Robbins mengilustrasikan bahwa kecurangan Laporan Keuangan bukanlah hal yang baru. Sebagai buntut dari skandal itu, profesi auditing menanggapi dengan menetapkan standar-standar tersebut mengharuskan dilakukannnya konfirmasi piutang dan konfirmasi piutang dan observasi atau persediaan fisik, yang sekarang merupakan prosedur stadar, ditambah pedoman mengenai tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan.
JENIS-JENIS KECURANGAN
Sebagai konsep legal yang luas, kecurangan menggambarkan setiap upaya penipuan yang disengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil harta atau hak orang atau pihak lain. Dalam konteks audit atas laporan keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan keuangan yang disengaja. Dua kategori yang utama jenis kecurangan sebagai berikut :
  1. Pelaporan Keuangan yang Curang adalah salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan itu. Dengan cara melibatkan upaya melebih sajikan laba, atau mungkin sengaja merendah sajikan laba
  2. Penyalahgunaan (misappropriation) Aktiva adalah kecurangan yang melibatkan pencurian aktiva entitas. Pencurian aktiva perusahaan sering kali mengkhawatirkan manajemen, tanpa memerhatikan materialitas jumlah yang terkait, karena pencurian bernilai kecil menggunung seiring dengan berjalannya waktu.
KONDISI-KONDISI PENYEBAB KECURANGAN
Tiga kondisi kecurangan yang berasal dari pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva diuraikan dalam SAS 99 (AU 316). Ketiga kondisi ini disebut sebagai segitiga kecurangan (fraud triangle).
  1. Insentif/Tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan.
  2. Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan.
  3. Sikap/Rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur.

MENILAI RISIKO KECURANGAN
Menilai risiko kecurangan, SAS 99 singkatan dari (Statement on Auditing Standards) memberikan pedoman untuk menilai risiko kecurangan bagi auditor dan  mempertahankan tingkat Skeptisisme profesional ketika mempertimbangkan informasi, faktor risiko kecurangan untuk mengidentifikasi dalam menanggapi risiko kecurangan.
   SAS 1 menyatakan Skeptisme Profesional yaitu “ Auditor tidak mengasumsikan management tidak jujur tetapi juga tidak mengasumsikan kejujuran sebuah Absolut”. Dalam pratiknya melalui prosedur evaluasi atas penerimaan dan kelanjutan klien serta auditor menolak sebagian besar calon klien yang dianggap tidak memiliki kejujuran dan integritas diantaranya.
  1. Komunikasi diantara tim audit : Salah satunya berdiskusi “ Bagaimana management dapat melakukan dan menutupi pelaporan keuangan ?”
  2. Pengajuan pertanyaan kepada managemen : SAS 99 Mengharuskan auditor untuk mengajukan pertanyaan spesifik tentang kecurangan dalam setiap audit
  3. Faktor risiko kecurangan : SAS 99 Mengharuskan auditor mengevaluasi faktor-faktor risiko kecurangan mengindikasikan adanya insentif atau tekanan, kesempatan dan  sikap untuk berbuat kecurangan.
  4. Prosedur analitis : Bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan tidak bias  atau tidak diharapkan melibatkan akun-akun pendapatan yang terindikasi adanya kecurangan pelaporan keuangan.
  5. Informasi lainya : Mempertimbangkan semua informasi yang sudah diperoleh dan serta Informasi menilai risiko inheren dan risiko pengendalian yang membuat auditor mengkhawatirkan adanya salah saji akibat kecurangan.

MENGAWASI TATA KELOLA KORPORASI UNTUK MENGURANGI RISIKO KECURANGAN
Dibentuknya  penerbitan Management Antifraud Program and Controls : Guide to Help Prevert, Deter, and Deteck Fraud. Pedoman ini mengidentifikasi tiga unsur yaitu :
  1. Budaya jujur dan etika yang tinggi (memiliki enam unsur yaitu : )
·         Menetapkan Tone at the top
·         Menciptakan lingkungan kerja yang positif
·         Mempekerjakan dan mempromosikan pegawai yang tepat
·         Pelatihan
·         Konfirmasi
·         Disiplin
  1. Tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi risiko kecurangan
·         Mengidentifikasi dan mengukur risiko kecurangan
·         Mengurangi risiko kecurangan
·         Memantau dan pengendalian pencegahan kecurangan
  1. Pengawasan oleh komite audit (Pengawasan mencakup)
·         Pelaporan langsung temuan-temuan penting oleh audit internal kepada komite audit
·         Laporan periodik oleh pejabat etika tentang whistle-blowing
·         Laporan lain tentnag tidak adanya perilaku etis atau kecurangan yang dicurigai

MERESPON RISIKO KECURANGAN
Respons auditor terhadap risiko kecurangan meliputi:
a.       Mengubah pelaksanaan audit secara keseluruhan
b.      Merancang dan melaksanakan prosedur audit untuk menangani risiko kecurangan
c.       Merancang dan melaksanakan prosedur untuk menangani pengabaian pengendalianoleh manajemen
BIDANG BIDANG KECURANGAN YAN G SPESIFIK\
1.      Risiko Kecurangan dalam Pendapatan dan Piutang Usaha
Tiga tipe manipulasi pendapatan
a.       Pendapatan fiktif
b.      Pengakuan pendapatan terlalu cepat (prematur).
c.       Manipulasi penyesuaian atas pendapatan
Tanda tanda peringatan kecurangan terhadap pendapatan
·         Prosedur analitis
·         Perbedaan dokumentasi
·         Penyalahgunaan penerimaan yang melibatkan pendapatan
·         Kelalaian mencatat penjualan
·         Pencurian penerimaan kas setelah penjualan dicatat
2.      Risiko Kecurangan Persediaan
”Auditor diharuskan memverifikasi eksistensi persediaan fisik, pengujian audit tetapdilakukan atas dasar sampel.”
Tanda tanda peringatan kecurangan terhadap persedianan
·         “Prosedur analitis sangat efektif untuk mendeteksi kecurangan persediaan, terutama persentase marjin kotor dan perputaran persediaan sering kali membantu membongkar kecurangan persediaan.”
3.      Risiko Kecurangan dalam Pembelian dan Utang Usaha
“Kurang saji yang disengaja atas utang usaha biasanya menghasilkan kurang saji pembelian dan harga pokok penjualan serta lebih saji laba bersih.
4.      Bidang-bidang Risiko Kecurangan Lainnya
·         Aktiva tetap
·         Beban penggajian
TANGGUNGN JAWAB BILA DICURIGAI ADA KECURANGAN
Merespon salah saji yang mungkin timbul karena kecurangan
  1. Jenis Jenis Pengajuan Pertanyaan

a.       Pengajuan pertanyaan informal
b.      Pengajuan pertanyaan penilaian
c.       Pengajuan pertanyaan Interogatif
d.      Mengevaluasi respon atau pengajuan pertanyaan
e.       Tehnik menyimak
f.       Mengganti petunjuk perilaku
  1. Tanggung jawab lain Apabila dicurigai adanya kecurangan
Menggunakan perangkat lunak audit seperti ACL atau IDEA

BAB 13
RENCANA AUDIT DAN PROGRAM AUDIT SECARA KESELURUHAN

JENIS PENGUJIAN
Auditor memiliki lima jenis pengujian (testing) yang dapat digunakan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Pengujian tersebut meliputi:
1.      Prosedur untuk Memperoleh Pemahaman atas Internal Control
Auditor harus memahami efektivitas aspek rancangan dan operasional dari pengendalian intern. Lima jenis prosedur audit yang berhubungan dengan pemahaman auditor terhadap pengendalian intern yaitu:
·         Memperbaharui dan mengevaluasi pengalaman auditor terdahulu
·         Meminta keterangan dari personil klien
·         Membaca manual sistem dan kebijakan klien
·         Menguji dokumen dan arsip
·         Mengamati aktivitas dan operasional entitas
2.      Tests of Controls (Uji Pengendalian)
Pengujian pengandalian adalah prosedur audit yang digunakan untuk menentukan efektivitas kebijakan dan operasi pengendalian intern atauprosedur pengendalian yang diterapkan untuk menilai control risk (risiko pengendalian) Pengujian tersebut meliputi jenis prosedur audit sebagai berikut :
·         Meminta keterangan dari personil klien
·         Menguji dokumen, arsip, dan laporan
·         Mengamati aktivitas yang terkait dengan pengendalian
·         Melaksanakan kembali prosedur klien
3.      Substantive Test of Trans actions (Uji Substantif atas Transaksi)
Adalah perosedur yang digunakan untuk menguji kekeliruan atau ketidak beresan dalam bentuk uang yang langsung mempengaruhi kebenaran saldo laporan keuangan. Kekeliruan tersebut sering disebut dengan salah saji moneter (dalam satuan mata uang) yang merupakan indikasi yang jelas terjadinya salah saji dalam saldo laporan keuangan.
4.      Analitycal Procedure (Prosedur Analitis)
Prosedur analitis meliputi perbandingan dari jumlah yang tercatat dengan dengan angka tertentu yang dikembangkan oleh auditor.
5.      Detail Test of Balances (Pengujian Terinci atas Saldo)
Adalah merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji salah saji moneter (monetary misstatement) untuk menentukan apakah  9 balance-related audit objective (tujuan audit terkait dengan saldo) telah terpenuhi.
MEMILIH JENIS PENGUJIAN YANG AKAN DIPAKAI
Hubungan antara Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif 
a.       Pengecualian dalam pengujian pengendalian, Merupakan suatu indikasi kemungkinan salah saji yang mempengaruhi nilai dolar dari laporan keuangan
b.      Pengecualian dalam pengujian substantif daritransaksi atau pengujian rincian saldo, merupakan deviasipengujian pengendalian
c.       Pengujian substantif transaksi atau pengujian rinciansaldo, harus dilakukan untuk menentukan apakahsalah saji dolar sudah benar-benar terjadi
Hubungan antara pengujian dan bahan bukti
  1. Biaya relative
Jenis pengujian tersebut diurutkan berdasarkan makin besarnya biaya yang diperlukan
·         Prosedur analitis (prosedur byang paling mudah)
·         Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas struktur pengendalian intern dan pengujian atas pengendalian.
·         Pengujian subtantif atas transaksi
·         Pengujian terinci atas saldo
  1. Trade-off antara pegujian atas pengendalian dan pengujian substantive
Auditor membuat keputusan selama perencanaan apakah akan menetapkan risiko pengendalian dibawah maksimum. Jika risiko pengendalian yang ditetapkan dibawah maksimum, resiko penemuan yang direncanakan dalam model risiko audit ditingkatkan sehingga pengujian substantive yang direncanakan dapat dikurangi.
DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP PENGUJIAN AUDIT
SAS 80 (AU 236) dan SAS 94 (AU 319) Tidak praktis untuk mengurangi resiko pendeteksian dengan hanya melakukan ujian substantive. Auditor perlu melaksanakan pengujian pengendalian untuk mendukung penilaian resiko pengendalian menajdi dibawah maksimum.

BAURAN BUKTI
Kombinasi dari kelima jenis pengujian yang digunakan untuk siklus manapun dan bauran bukti dibagi menjadi empat audit yang berbeda :
  1. Analisa Audit 1
Klien perusahaan besar dengan pengendalian internal yang canggih dan resiko inheren yang rendah
  1. Analisa Audit 2
Perusahaan berukuran sedang, banyak pengandalian dan beberaparesiko inheren.
  1. Analisa Audit 3
Perusahaan berukuran sedang tetapi mempunyai sedikitpengendalian efektif dan resiko inheren yang besar.
  1. Analisa Audit 4
Auditor menemukan penyimpangan pengujian pengendalianekstensif san salah saji yang penting selagi melakukan pengujian substantif transaksi dan prosedur analitis.

PERANCANGAN PROGRAM AUDIT
Program audit dirancang dalam 3 bagian yaitu :
1.      Pengujian atas transaksi
Metodologi perencanaan pengujian atas pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi :
a.       Laksanakan prosedur untuk memahami struktur pengendalian intern
b.      Tetapkan risiko pengendalian
c.       Evaluasi biaya dan manfaat dari pengujian atas pengendalian
d.      Rancang pengujian atas pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi untuk memenuhi tujuan audit berkait transaksi
2.      Analytical Procedures
Karena murah (biaya pelaksanaan analytical procedures relatif rendah) banyak auditor melaksanakan prosedur analitik secara ekstensif pada semua tahapan audit.
Prosedur analitik dapat dilaksanakan pada ketiga tahapan audit, yaitu:
  1. Pada tahap perencanaan audit, untuk membantu auditor memahami bisnis klien dan menentukan bukti audit lain yang diperlukan untuk menentukan acceptable audit risk.
b.      Pada tahap pelaksanaan audit, terutama selama pengujian substantive.
c.       Pada tahap penyelesaian audit, sebagai pengujian akhir untuk meyakinkan kewajaran hasil audit.
3.      Pengujian terinci atas saldo
Metodologi untuk merancang pengujian terinci pada saldo diorientasikan pada tujuan audit. Rancangan pengujian tersebut merupakan bagian paling sulit dalam keseluruhan proses perencanaan.
Dalam perencanaan tersebut, metdologi piutang usaha yang banyak dilakukan oleh auditor :
  1. Tentukan materialitas dan tetapkan risiko audit yang dapat diterima dan risiko bawaan untuk piutang
  2. Tetapkan risiko pengendalian untuk siklus penjualan dan penerimaan kas
  3. Rancang pengujian atas pengendalian, pengujian, substantive atas transaksi dan prosedur analitis untuk siklus penjualan dan penerimaan kas
  4. Rancang prosedur analitis untuk piutang usaha
  5. Rancang pengujian terinci atas saldo piutang usaha untuk memenuhi tujuan spesifik berkait saldo audit



SELESAI