Manusia mampu memikirkan alam raya
ini, dari mikrobiologi hingga yang sifatnya makro, semisal benda-benda angkasa.
Namun semuanya belum mampu terpecahkan oleh manusia. Sehingga rahasia alam
dapat disingkap manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya di dunia ini.
Prestasi ini dapat kita lihat dalam berbagai jurnal ilmiyah atau tayangan
discovery di televise. Sungguh suatu penemuan yang menakjubkan dan mengagumkan.
Miskipun ia sanggup menyingkap berbagai rahasia alam yang begitu mengagumkan,
namun sesungguhnya manusia belum mampu menguak misteri terbesar bagi dirinya
yakni mengenal dirinya sendiri.
Berangkat dari sini maka pemahaman
mengenai jatidiri menjadi sangat penting, tulisan ini sedikit banyak mengungkap
hal tersebut yakni berkaitan proses penciptaan manusia dari perpektif ayat-ayat
al Qur’an, hubungan antara Khaliq (Pencipta) dan makhluq (yang diciptakan),
konsekuensi sebagai makhluq. Mengenai tugas ataupun fungsi manusia di bumi ini,
hal ini berkaitan dengan pertanyaan untuk apa ia diciptakan . Juga mengenai
dari mana ia berasal dan akan ke mana ia pergi.
Asal-Usul Manusia
A. Pembahasan
Al-Qur’an telah memberikan informasi
kepada kita mengenai proses penciptaan manusia melalui beberapa fase: dari
tanah menjadi lumpur, menjadi tanah liat yang dibentuk, menjadi tanah kering,
kemudian Allah swt. meniupkan ruh kepadanya, lalu terciptalah Adam a.s[1]Hal
ini diisyaratkan Allah dalam Surah Shaad [38] ayat 71-72.
إِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ . فَإِذَا
سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ .
Artinya
:
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka,
apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh
(ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu menyungkur dengan bersujud kepadanya.” (Q.S.
Shaad [38]: 71-72.)
Perhatikan juga firman Allah dalam
Surah al-Hijr [15] ayat 28-29.
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ
مَسْنُونٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ
سَاجِدِينَ
Artinya
:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang
manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan
ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
(Q.S. al-Hijr [15]: 28-29)
Dalam Al-Qur’an, kata ruh (ar-ruh)
mempunyai beberapa arti. Pengertian ruh yang disebutkan dalam ayat-ayat yang
menjelaskan penciptaan Adam a.s. adalah ruh dari Allah swt. yang menjadikan
manusia memiliki kecenderungan pada sifat-sifat luhur dan mengikuti kebenaran.
Hal ini yang kemudian menjadikan manusia lebih unggul dibanding seluruh makhluk
yang lain. Karakteristik ruh yang berasal dari Allah ini menjadikan manusia
cenderung untuk mengenal Allah swt. dan beribadah kepada-Nya, memperoleh ilmu
pengetahuan dan menggunakannya untuk kemakmuran bumi, serta berpegang pada
nilai-nilai luhur dalam perilakunya, baik secara individual maupun sosial, yang
dapat mengangkat derajatnya ke taraf kesempurnaan insaniah yang tinggi. Oleh sebab
itu, manusia layak menjadi khalifah Allah swt.[2]
Ruh dan materi yang terdapat pada
manusia itu tercipta dalam satu kesatuan yang saling melengkapi dan harmonis.
Dari perpaduan keduanya ini terbentuklah diri manusia dan kepribadiannya.
Dengan memperhatikan esensi manusia dengan sempurna dari perpaduan dua unsur
tersebut, ruh dan materi, kita akan dapat memahami kepribadian manusia secara
akurat.
Kemudian, dalam ayat lain juga
disebutkan mengenai permulaan penciptaan manusia yang berasal dari tanah.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ
مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي
الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ
لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ
إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى
الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ
وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ .
Artinya :
Hai manusia, jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam
rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada
pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan, kamu lihat
bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
indah. (Q.S. al-Hajj [22]: 5)
ثُمَّ
جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ . ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً
فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا
الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ
أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ .
Artinya :
Kemudian kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang-belulang, lalu
tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka, Mahasuci-lah Allah, Pencipta yang paling
baik. (Q.S. al-Mu’minuun [23]: 13-14)
Itulah di antara sekian banyak ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang asal-usul penciptaan manusia. Penciptaan
manusia yang bermula dari tanah ini tidak berarti bahwa manusia dicetak dengan
memakai bahan tanah seperti orang membuat patung dari tanah. Akan tetapi,
penciptaan manusia dari tanah tersebut bermakna simbolik, yaitu saripati yang
merupakan faktor utama dalam pembentukan jasad manusia. Penegasan Al-Qur’an
yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah ini merujuk pada pengertian
jasadnya.
Oleh karena itu, Al-Qur’an menyatakan bahwa
kelak ketika ajal kematian manusia telah sampai, maka jasad itu akan kembali
pula ke asalnya, yaitu tanah.[3]
Secara umum, Umar Shihab memaparkan
bahwa proses penciptaan manusia terbagi ke dalam beberapa fase kehidupan
sebagai berikut.[4] Pertama,
fase awal kehidupan manusia yang berupa tanah. Manusia berasal dari tanah
disebabkan oleh dua hal: (1) manusia adalah keturunan Nabi Adam a.s. yang
diciptakan dari tanah; (2) sperma atau ovum yang menjadi cikal bakal manusia
bersumber dari saripati makanan yang berasal dari tanah. Kedua, saripati
makanan yang berasal dari tanah tersebut menjadi sperma atau ovum, yang disebut
oleh Al-Qur’an dengan istilah nutfah. Ketiga, kemudian sperma dan
ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim sehingga berubah menjadi embrio (‘alaqah).
Keempat, proses selanjutnya, embrio tersebut berubah menjadi segumpal
daging (mudlghah). Kelima, proses ini merupakan kelanjutan dari mudlghah.
Dalam hal ini, bentuk embrio sudah mengeras dan menguat sampai berubah menjadi
tulang belulang (‘idzaam). Keenam, proses penciptaan manusia
selanjutnya adalah menjadi daging (lahmah). Ketujuh, proses
peniupan ruh. Pada fase ini, embrio sudah berubah menjadi bayi dan mulai
bergerak. Kedelapan, setelah sempurna kejadiannya, akhirnya lahirlah
bayi tersebut ke atas dunia.
Kesimpulan
Bahwa proses penciptaan manusia
terbagi ke dalam beberapa fase kehidupan sebagai berikut.
1.
Pertama,
fase awal kehidupan manusia yang berupa tanah. Manusia berasal dari tanah
disebabkan oleh dua hal: (1) manusia adalah keturunan Nabi Adam a.s. yang
diciptakan dari tanah; (2) sperma atau ovum yang menjadi cikal bakal manusia
bersumber dari saripati makanan yang berasal dari tanah.
2.
Kedua,
saripati makanan yang berasal dari tanah tersebut menjadi sperma atau ovum,
yang disebut oleh Al-Qur’an dengan istilah nutfah.
3.
Ketiga,
kemudian sperma dan ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim sehingga berubah
menjadi embrio (‘alaqah).
4.
Keempat,
proses selanjutnya, embrio tersebut berubah menjadi segumpal daging (mudlghah).
5.
Kelima,
proses ini merupakan kelanjutan dari mudlghah. Dalam hal ini, bentuk
embrio sudah mengeras dan menguat sampai berubah menjadi tulang belulang (‘idzaam).
6.
Keenam,
proses penciptaan manusia selanjutnya adalah menjadi daging (lahmah).
7.
Ketujuh,
proses peniupan ruh. Pada fase ini, embrio sudah berubah menjadi bayi dan mulai
bergerak.
8.
Kedelapan,
setelah sempurna kejadiannya, akhirnya lahirlah bayi tersebut ke atas dunia.
by mery cindra
[1] Ibid., hlm. 362.
[2] Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur’an, hlm. 364.
[3] Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan, hlm.
63-65.
[4] Penjelasan mengenai fase kehidupan manusia ini didasarkan pada Q.S.
al-Mu’minun [23]: 13-14. Lihat Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik atas
Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2005), hlm.
105-106.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar