BAB 2
ETIKA
PROFESIONAL
KODE ETIK IKATAN AKUTANSI INDONESIA
Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan
oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan
Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf
profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang
bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Dalam konggres 1986, nama Kode Etik
Ikatan Akutansi Indonesia diubah menjadi “Kode Etik Akutan Indonesia”.
Pasal-pasal dalam Kode Etik Akutan dikelompokkan menjadi dua golongan : (1)
Pasal-pasal yang mengatur prilaku semua akutan anggota IAI. (2) Pasal-pasal
yang mengatur semua akutan yang berpraktik dalam profesi akutan publik.
Kode Etik Akutan Indonesia ada 9 bagian :
1) Pembukaan
2) Bab
I Kepribadian
3) Bab
II Kecakapan Profesional
4) Bab
III Tanggung Jawab
5) Bab
IV Ketentuan Khusus
6) Bab
V Pelaksanaan Kode Etik
7) Bab
VI Suplemen dan Penyempurnaan
8) Bab
VII Penutup
9) Bab
VIII Pengesahan
Pada tahun1998 sampai sekarang nama itu diubah
kembali ke “Kode Etik Ikatan Akutansi Indonesia (Kode Etik IAI). Dengan
struktur etika profesional yang baru yaitu “Delapan Prinsip Etika” yang
berlaku bagi seluruh anggota IAI (seluruh Kompartemen dibawah naungan IAI)
AKUTAN PUBLIK DAN AUDITOR INDEPENDEN
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi
masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance.
• Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
• Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure).
• Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
• Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
• Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
• Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure).
• Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
• Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Auditor Independen : akutan publik yang melaksanakan
penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas
dasar standart auditing SPAP.
KERANGKA KODE ETIK IAI
(1) Prinsip
Etika, (2) Aturan Etika, (3) Interprestasi Aturan Etika, (4) Tanya dan Jawab
1. PRINSIP
ETIKA
a. Prinsip
Pertama: Tanggung Jawab Profesi
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
b. Prinsip
Kedua: Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, mengormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
c.
Prinsip Ketiga: Integritas
Integritas
adalah suatu satu kesatuan yang mendasari munculnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan
merupakan standar bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang
diambilnya.
d. Prinsip
Keempat: Objektivitas
Objektivitas
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota
berdasarkan apa yang telah pemberi nilai dapatkan. Prinsip objektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada
di bawah pengaruh pihak lain
e. Prinsip
Kelima: Kompetensi dan Kehati- hatian Profesional
Kompetensi
diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota tidak diperkenankan menggambarkan pengalaman kehandalan kompetensi atau
pengalaman yang belum anggota kuasai atau belum anggota alami. Kompetensi profesional dapat
dibagi menjadi 2 fase yang terpisah: (1) Pencapaian Kompetensi Profesional.(2)
Pemeliharaan Kompetensi Profesional
f. Prinsip
Keenam: Kerahasiaan
Setiap
anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selam melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staff di
bawah pengawasannya dan orang- orang yang diminta nasihat dan bantuannya
menghormati prinsip kerahasiaan.
g. Prinsip
Ketujuh: Perilaku Profesional
Kewajiban
untuk menghindari perbuatan atau tingkah laku yang dapat mendiskreditkan atau
mengurangi tingkat profesi harus dipenuhi oleh anggota sebgai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staff,
pemberi kerja dan masyarakat umum.
h. Prinsip
Kedelapan : Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan profesionalitasnya sesuai dengan standar teknis dan
standar professional yang ditetapkan secara relevan. Standar teknis dan standar
professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
IAI, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan
perundang- undangan yang relevan.
2. ATURAN
ETIKA KOMPARTEMEN AKUTAN PUBLIK
a) 101 Independensi : Dalam
menjalankan tugas seorang anngota KAP harus menerapkan sikap independensi baik
dalam fakta maupun penampilan.
b) 102 Integritas dan Objektivitas
: Seorang anggota KAP harus bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh
membiarkan fakta salah saji material.
c) 201 Standart Umum : Anggota KAP
harus mematuhi standart umum yang sudah ditetapkan oleh IAI.
d) 202 Kepatuhan terhadap Standart :
Anggota KAP dalam melakukan tugas jasa auditing wajib mematuhi standart yang
dikeluarkan oleh IAI.
e) 300 Tanggung Jawab Kepada Klien :
Anggota KAP harus bertanggung jawab atas pekerjaanya terhadap orang atau badan
yang mengadakan perikatan dengan KAP.
f) 400 Tanggung Jawab Kepada Rekan Seprofesi
g) 500 Tanggung Jawab dan Praktik lain
BAB
3
BUKTI
AUDIT
.
ARSESI
MANAJEMEN DALAM LAPORAN KEUANGAN
Arsesi : pernyataan manajemen yang terkandung
di dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit
atau eksplisit serta
dapat diklasifikasikan berdasarkan penggolongan besar sebagai berikut ini:
1) Asersi tentang keberadaan atau keterjadian
berhubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu
dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
2) Asersi tentang kelengkapan berhubungan
dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan
keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh, manajemen membuat
asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam
laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di
neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
3) Asersi tentang hak dan kewajiban
berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu
4) Asersi tentang penilaian atau alokasi
berhubungan dengan apakah komponen- komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan
biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya
5)
Asersi tentang
penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah
komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan
diungkapkan semestinya
STANDART
PEKERJAAN LAPANGAN KETIGA
Standart pekerjaan lapanga ketiga
berbunyi : “Bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang layak
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.”
Empat standar penting itu sebagai
berikut :
a)
Bukti Audit
Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh
auditor dalam pembuatan kesimpulan (opini) dibuat. Bukti audit termasuk di
dalamnya adalah: (1). catatan akuntansi yang menghasilkan laporan keuangan, dan
(2). Informasi lainnya yang berhubungan/terkait dengan catatan akuntansi dan
pendukung alasan logis dari auditor tentang laporan keuangan yang layak.
b)
Cukup atau tidaknya bukti audit : berkaitan
dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor. Faktor yang
mempengaruhinya adalah (a) Materialitas dan resiko, (b) Faktor Ekonomi (c)
Ukuran dan karakteristik populasi
c)
Kompetensi Bukti Audit :
berhubungan dengan kualitas atau keandalan data dan informasi penguat
d)
Bukti Audit sebagi Dasar yang Layak
Menyatakan Pendapat Auditor : Pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit
dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini : (a) Pertimbangan Profesional (b)
Integritas manajemen (c) Kepemilikan publik versus terbatas (d) Kondisi
keuangan
TIPE BUKTI AUDIT
1.
Tipe Data
Akutansi
a)
Pengendalian Intern Sebagai Bukti
Pengendalian
intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan untuk
mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Auditor harus mengetahui
bahwa klien telah merancang pengendalian intern dan telah melaksanakannya dalam
kegiatan usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti yang kuat bagi auditor
mengenai keandalan informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
b)
Catatan Akuntansi Sebagai Bukti
Auditor
melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan
keuangan,dengan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan
akuntansi. Dengan demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi
auditor mengenai pengolahan transakasi keuangan yang telah dilakukan oleh
klien.
2. Tipe Informasi
Penguat
·
Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang
diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan aktiva berwujud. Pengamatan
fisik terhadap suatu aktiva merupakan cara untuk mengidentifikasi sesuatu yang
diperiksa, untuk menentukan kuantitas, dan merupakan suatu usaha untuk
menentukan mutu atau keaslian kekayaan tersebut.
·
Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang
terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau angka atau symbol-simbol yang
lain.
·
Perhitungan Sebagai Bukti
Perhitungan yang dilakukan sendiri
oleh auditor, dapat berupa:
1. Footing, yaitu pembuktian
ketelitian penjumlahan vertikal.
2.Cross-footing, yaitu pembuktian
ketelitian penjumlahan horizontal.
3.Pembuktian ketelitian perhitungan
biaya depresiasi dengan cara menggunakan tarif depressiasi yang digunakan oleh
klien.
4.Pembuktian ketelitian penentuan
taksiran kerugian piutang usaha, labaper saham yang beredar, taksiran pajak
perseroan, dan lain-lain.
·
Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti,
auditor banyak meminta keterangan secara lisan dari klien terutama para
manajer. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan keterangan tersebut
merupakan tipe bukti lisan.
·
Perbandingan
Untuk menentukan akun atau transaksi
yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang lebih intensif, auditor melakukan
analis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang, penghasilan, dan biaya
dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.
·
Bukti dari Spesialis
Spesialis adalah seorang atau
perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus dalam bidang selain
akuntansi dan auditing. Pada umumnya spesialis yang digunakan oleh auditor
bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan klien.
PROSEDUR
AUDIT
Prosedur
audit yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi:
1. Inspeksi
2. Pengamatan
3.
Konfirmasi
4.
Permintaan keterangan
5.
Penelusuran
6.
Pemeriksaan dokumen pendukung.
7.
Perhitungan
8. Scanning
9.
Pelaksanaan ulang
10. Teknik
audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
SITUASI
AUDIT YANG MENGANDUNG RISIKO BESAR
Dalam situasi tertentu , resiko
terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam akun dan di dalam laporan
keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa. Oleh karena itu, auditor harus waspada jika
menghadapi situasi audit yang mengandung risiko besar seperti:
a. Pengendalian
Intern yang Lemah.
b. Kondisi
Keuangan yang tidak Sehat
c. Manajemen
yang tidak dapat Dipercaya
d. Penggantian
Auditor
e. Perubahan
Tarif atau Peraturan Pajak atas Laba
f. Usaha yang
Bersifat Spekulatif
g. Transaksi
perusahaan yang Kompleks
KEPUTUSAN
YANG HARUS DIAMBIL OLEH AUDITOR BERKAITAN DENGAN BUKTI AUDIT
Dalam proses pengumpulan bukti audit,auditor melakukan 4 pengambilan keputusan yang saling berkaitan, yaitu:
1) Penentuan prosedur audit yang akan digunakan
2) Penentuan Besarnya Sampel
3) Penentuan Unsur Tertentu yang
Dipilih Sebagai Anggota Sampel
4) Penentuan Waktu yang Cocok untuk Melaksanakan
Prosedur Audit
BAB 4
KERTAS KERJA
KONSEP KERTAS KERJA
Kertas Kerja adalah
catatan-catatan yang diselenggarakan auditor mengenai prosedur audit yang
ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya dan kesimpulan
yang dibuatnya berkenan
dengan pelaksanaan audit.
Isi Kertas Kerja :
1) Telah
dilaksanakan standar pekerjaan lapangan pertama yaitu pemeriksaan telah
direncanakan dan disupervisi dengan baik.
2) Telah
dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan kedua yaitu pemahaman memadai atas
pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan
sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
3) Telah
dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan ketiga yaitu bukti audit telah
diperoleh, prosedur audit telah ditetapkan, dan pengujian telah dilaksanakan ,
yang memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Tujuan
Kertas Kerja :
1) Mendukung
pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.
2) Menguatkan
simpulan-simpulan auditor dan kompetensi auditnya.
3) Mengkoordinasi
dan mengorganisasi semua tahap audit.
4) Memberikan
pedoman dalam audit berikutnya.
KEPEMILIKAN KERTAS KERJA
Kertas kerja adalah milik kantor
akutan publik, bukan milik klien atau milik pribadi auditor. Namun hak
kepemilikan kertas kerja oleh kantor akuntan publik masih tunduk
pembatas-pembatasan yang diatur dalam Kode Etik Akutansi Indonesia yang berlaku
untuk menghindari hal hal yang bersifat rahasia.
FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS
DIPERHATIKAN AUDITOR DALAM PEMBUATAN KERTAS KERJA
a) Lengkap :
kertas kerja harus lengkap berisi informasi yang pokok, dan tidak memerlukan tambahan
penjelasan lisan.
b) Teliti :
Auditor harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan dan perhitungan sehingga
kertas kerja bebas dari kesalahan tulis dan hitu ng.
c) Ringkas :
Kertas kerja harus dibatasi dalam penyajian informasi yang pokok saja sehingga
tidak berkesan bertele-tele.
d) Jelas : isi
Kertas kerja harus jelas dalam penyajianya, perlu dihindarinya penggunaan
istilah yang bermakna ganda
e) Rapi :
Kerapian dalam pembuatan kertas kerja mempermudah auditor senior untuk
me-review pekerjaan audit tersebut.
TIPE KERTAS KERJA
1. Program
audit,yaitu
daftar prosedur audit untuk pemeriksaan elemen-elemen tertentu.
2. Working
trial balance, adalah suatu daftar yang berisikan
saldo berbagai akun buku besar pada akhir tahun yang diaudit dan pada akhir
tahun sebelumnya.
3. Ringkasan
jurnal penyesuaian dan jurnal
pengklasifikasian kembali, yaitu jurnal untuk mengoreksi kembali atas kesalahan
yang dilakukan auditor.
4. Daftar
pendukung, yaitu
daftar untuk melakukan verikasi elemen-elemen yang terdapat dalam laporan
keuangan
5. Daftar utama, yaitu ringkasan akun-akun yang
saling berkaitan.
6. Memorandum
audit dan dokumentasi audit merupakan data tertulis yang disiapkan auditor dalam bentuk negatif.
7. Skedul dan
analisis, yaitu akun
yang ditunjukan dalam masing-masing buku besar dan mengidentifikasinya.
EMBERIAN
INDEKS PADA KERTAS KERJA
Pemberian
indeks terhadap kertas kerja akan memudahkan pencarian informasi dalam bebagai
daftar yang terdapat diberbagai tipe kertas kerja. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam pemberian indeks kertas kerja adalah sebagai berikut :
1)
Setiap kertas kerja harus diberi indeks, dapat disudut atas atu di sudut bawah.
2)
Pencantuman indeks silang (cross index) harus dilakukan sebagai berikut
:
1.
Indeks silang dari skedul utama.
2.
Indeks silang dari skedul akun
pendapatan dan biaya.
3.
Indeks silang antarskedul pendukung.
4.
Indeks silang dari skedul pendukung
ke ringkasan jurnal adjusment.
5.
Indeks silang dari skedul utama ke
working trial balance.
6.
Indeks silang dapat digunakan pula
untuk menghubungkan program audit dengan kertas kerja.
3)
Jawaban konfirmasi, pita mesin hitung, print-out komputer, dan
sebagainya tidak diberi indeks kecuali jika dilampirkan di belakang kertas
kerja yang berindeks.
METODE
PEMBERIAN INDEKS KERTAS KERJA
Ada tiga
metode pemberian indeks terhadap kertas kerja :
1.
Indeks angka. Kertas
kerja utama dan skedul utama diberi indeks dengan angka, sedangkan skedul
pendukung diberi subindeks dengan mencantumkan nomor kode skedul utama yang
berkaitan.
2.
Indeks kombinasi angka dan huruf. Kertas
kerja utama dan skedul utama diberi kode huruf, sedangkan skedul pendukungnya
diberi kode kombinasi huruf dan angka.
3.
Indeks angka berurutan. Kertas
kerja diberi angka yang berurutan.
SUSUNAN
KERTAS KERJA
Auditor
biasanya menyelenggarakan dua macam arsip kertas kerja untuk setiap kliennya :
·
Arsip audit tahunan untuk setiap
audit yang telah selesai dilakukan, yang disebut arsip kini (current
file)
·
Arsip permanen (permanent file)
untuk data yang secara relatif tidak mengalami perubahan.
Arsip kini
berisi kertas kerja yang informasinya hanya mempunyai manfaat untuk tahun yang
diaudit saja. Arsip permanen berisi informasi sebagai berikut :
1.
Copy anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga klien
2.
Bagan organisasi dan luas wewenang
serta tanggung jawab para manajer
3.
Pedoman akun, pedoman prosedur, dan
data lain yang behubungan dengan pengendalian
4.
Copy surat
perjanjian penting yang mempunyai masa laku jangka panjang.
5.
Tata letak pabrik, proses produksi,
dan produk pokok perusahaan
6.
Copy notulen
rapat direksi, pemegang saham, dan komite-komite yang dibentuk klien.
Pembentukan arsip permanen ini
mempunyai tiga tujuan yaitu :
a)
Untuk menyegarkan ingatan auditor mengenai informasi yang akan digunakan dalam
audit tahun-tahun mendatang.
b)
Untuk memberikan ringkasan mengenai kebijakan dan organisasi klien bagi staf
yang baru pertama kali menangani audit laporan keuangan klien tersebut.
c)
Untuk menghindari pembuatan kertas kerja yang sama dari tahun ke tahun.
BAB 5
PENERIMAAN PERIKATAN DAN PERENCANAAN AUDIT
TAHAP TAHAP
AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN
a) Penerimaan
Perikatan : Kesepakatan kedua belah pihak untuk mengadakan suatu ikatan
perjanjian, dalam perikatan audit, klien yang memerlukan jasa auditing
mengadakan suatu perikatan dengan auditor.
b) Perencanaan
Audit : Setelah
auditor memutuskan untuk menerima perikatan audit dari kliennya, langkah
berikutnya yang perlu ditempuhhhh adalah merencanakan audit. Ada tujuah tahap
yang harus ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya.
c) Pelaksanaan Pengujian Audit ; atau disebut juga pelaksaan
pekerjaan lapangan, bertujuan untuk memperoleh bukti audit tentang efektifitas
pengendalian intern klien.
d) Pelaporan Audit : merupakan tahap terakhir ddan harus mengacu
pada “standart pelaporan”, dengan dua langkah (1)menyelesaikan audit dengan
meringkas semua hasil pengujian dan menarik kesimpulan, (2) menerbitkan laporan
audit.
TAHAP TAHAP PENERIMAAN PERIKATAN
AUDIT
a.
Mengevaluasi integritas manajemen
Audit atas
laporan keuangan bertujuan untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan yang
disajikan oleh manajemen. Oleh karena itu, utnuk dapat, menerima perikatan
audit, auditor berkepneitngan untuk mengevaluasi integritas manajemen, agar
auditor mendapatkan keyakinan bahwa manajemen perusahaan klien dapat dipercaya,
sehingga laporan keuangan yang diaudit bebas dari salah saji material sebagai
akibat dari adanya integritas manajemen.
b. Mengidentifikasi keadaan khusus dan
risiko luar biasa
Faktor yang
perlu dipertimbangkan oleh auditor tentang kondisi khusus dan risiko luar biasa
yang mungkin berdampak terhadap penerimaan perikatan audit dari calon klien
dapat diketahui dengan cara:
Ø Mengidentifikasi pemakai laporan
audit
Ø Mendapatkan informasi tentang
stabilitas keuangan dan legal calon klien di masa depan,
Ø Mengevaluasi kemungkinan dapat atau
tidaknya laporan keuangan calon klien diaudit.
c. Menentukan kompetensi untuk
melaksanakan audit
Standar umum
yang pertama berbunyi sebagai berikut; “Audit harus dilaksanakan oleh seorang
atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai
auditor.” Oleh karena itu, sebelum auditor menerima suatu perikatan
audit, ia harus mempertimbangkan apakah ia dan anggota tim auditnya memiliki
kompetensi memadai untuk menyelesaikan perikatan tersebut, sesuai standatr
auditing yang ditetapkan oleh IAI ( Ikatan Akuntan Indonesia).
d. Menilai independensi
Standar umum
yang kedua: “dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.” Oleh karena itu,
sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus memastikan bahwa
setiap profesional yang menjadi anggota tim auditnya tidak terlibat atau
memiliki kondisi yang menjadikan independensi tim auditnya diragukan oleh pihak
yang mengetahui salah satu dari delapan golongan informasi.
e. Menentukan kemampuan untuk
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan kecermatan dan keseksamaan.
Standar umum
yang ketiga berbunyi sebagai berikut: “ dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat
dan seksama.” Dengan demikian, kecermatan dan keseksamaan penggunaan kemahiran
profesional auditor ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk
merencanakan dan melaksanakan audit.
f. Membuat surat perikatan audit
Surat
perikatan audit dibuat oleh auditor untuk kliennya yang berfungsi untuk
mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukkan oleh
klien, tujuan dan lingkup audit, lingkup tanggungjawab yang dipikul oleh
auditor bagi kliennya.
PERENCANAAN AUDIT
Setelah
auditor memutuskan untuk menerima perikatan audit dari kliennya, langkah
berikutnya yang perlu ditempuhhhh adalah merencanakan audit. Ada tujuah tahap
yang harus ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya:
1)
Memahami bisnis dan industri klien
Pemahaman atas bisnis klien memberikan panduan tentang sumber informasi
bagi auditor untuk memahami bisnis dan industri klien.
2)
Melaksanakan prosedur analitik
Prosedur analitik memberikan panduan bagi auditor dalam menggunakan
prosedur analitik pada tahap perencanaan audit, pada tahap pengujian dan pada
tahapreview menyeluruh terhadap hasil audit. Prosedur analitik
dilaksanakan melalui enam tahap, yaitu:
·
Menidentifikasi perhitungan/perbandingan yang harus dibuat
·
Megembangkan harapan
·
Melaksanakan perhitungan/perbandingan
·
Menganalisa data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
·
Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi
perbedaan tersebut
·
Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap perencanaan audit
3)
Mempertimbangkan tingkat materialitas awal
Pada tahap perencanaan audit, audit perlu mempertimbangkan materialitas
awal pada dua tingkat berikut ini:
·
Tingkat kaporan keuangan
Materialitas awal pada tingkat laporan keuangan diterapkan oleh
auditor karena pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan diterapkan pada
laporan keungan sebagai keseluruhan.
·
Tingkat saldo akun
Materialitas awal pada tingkat saldo akun ditentukan oleh auditor pada
tahap perencanaan audit karena untuk mencapai kesimpulan tentang kewajaran
laporan keuangan sebagi keseluruhan, auditor perlu melakukan verifikasi saldo
akun.
4)
Mempertimbangkan risiko bawaan
Dalam keseluruhan proses audit, auditor mempertimbangkan berbagai risiko,
sesuai dengan tahap-tahap proses auditnya. Berbagai risiko yang harus
dipertimbangkan oleh auditor dalam setiap tahap proses auditnya.
5)
Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika
periaktan dengan klien berupaa audit tahun pertama
Auditor harus menetukan bahwa saldo awal mencerminkan penerpaan kebijakan
akuntansi yang semestinya dan bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara
konsisten dalam laporan keuangan tahun berjalan. Bila terdapat perubahan dalam
kebijakan akuntansi atau penerapnnya, auditor harus memperoleh kepastian bahwa
perubahan tersebut memang semestinya dilakuakn, dan dipertanggungjawabkan,
serta diungkapkan.
6)
Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan
Dengan adanya keterkaitan antara bukti audit, materialitas dan komponen
risiko audit (risiko bawaan, risiko pengendalian dan riiko deteksi), auditor
dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit terhadap asersi
individual atau golongan transaksi. Ada dua strategi audit awal yang dapat
dipilih oleh auditor:
·
Primarily substantive approach
·
Lower assessed level of control risk approach
7)
Memahami pengendalian intern klien
Langkah pertama dalam pengendalian intern adalah dengan mempelajari
unsur-unsur pengendalian intern yang berlaku. Langkah berikutnya adalah
melakukan penilaian terhadap efektivitas pengendalian intern dengan menentukan
kekuatan dan kelemahan pengendalian intern tersebut. Untuk mendukung keyakinan
atas efektivitas pengendalian intern tersebut, auditor melakukan pengujian
pengendalian.
BAB 6
MATERIALITAS, RISIKO DAN STATEGI AUDIT AWAL
MATERIALITAS
Pengertian Materialitas adalah
besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang
dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas
atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap
informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
Pertimbangan Awal mengenai
Materialitas
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan auditnya. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan
kuantitatif yang berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci
tertentu dalam laporan keuangan dan kualitatif yang berkaitan dengan penyebab
salah saji.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat berikut ini :
a. Tingkat
laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan
keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat
saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan
menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang
materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut
berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara
gabungan, sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar
laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Dalam
keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau
penghilangan informasi yang diperlukan.
Berikut ini diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif yang
digunakan dalam praktik :
a. Laporan keuangan
dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5 % sampai 10
% dari laba sebelum pajak.
b. Laporan keuangan di
pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ % sampai 1 %
dari total aktiva.
c. Laporan keuangan
di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1 % dari
total pasiva.
d. Laporan keuangan di
pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ % sampai 1 %
dari pendapatan bruto.
2. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin
terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep
materialitas pada timgkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah
saldo akun material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang
tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang
dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan.
RESIKO AUDIT
Risiko audit adalah
risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung
salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin
rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya.
Resiko Audit dibagi menjadi 2 :
a) Resiko Audit Keseluruhan : merupakan besaranya risiko audit
yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan
disajikan secara wajar.
b) Risiko Audit Individual : pengalokasian resiko audit
keseluruhan ke akun-akun secara individual, sehingga sangat diperlukan
penentuan risiko untuk setiap akun.
Unsur Resiko Audit :
a) Risiko
Bawaan : kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu
salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur
pengendalian intern yang terkait.
b) Risiko
Pengendalian : risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang
tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern.
c) Risiko
Deteksi : risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi.
Penggunaan Informasi Audit :
|
|
HUBUNGAN ANTARA
MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, BUKTI AUDIT
Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko
audit digambarkan sebagai berikut :
a) Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan
tingkat meterialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang
dikumpulkan.
b) Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas
konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit
menjadi meningkat.
c) Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko
audit, auditor dapat menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini :
i.
Menambah tingkat meterialiras, sementara itu mempertahankan jumlah bukti
audit yang dikumpulkan.
ii.
Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan.
iii.
Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat
materialitas secara bersama-sama.
STRATEGI AUDIT
AWAL
Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit, dan bukti
audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas
asersi individual atau sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi
dua macam, yaitu pendekatan terutama substantif (primarily substantive
approach), dan pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower
assessed level of control risk approach).
Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam :
1. Pendekatan Terutama Substantif. Dalam strategi audit ini, auditor mengumpulkan semua
atau hampir semua bukti audit dengan menggunakan pengujian substantif dan
auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak mempercayai pengendalian
intern.
2. Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah. Dalam pendekatan ini, auditor meletakkan
kepercayaan moderat atau pada tingkat kepercayaan penuh terhadap pengendalian,
dan sebagai akibatnya auditor hanya melaksanakan sedikit pengujian substantif.
BAB 7
PEMAHAMAN
ATAS PENGENDALIAN INTERN
STANDART PEKERJAN LAPANGAN KEDUA
Standar
pekerjaan lapangan kedua berbunyi sebagai berikut:
“Pemahaman
memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan”.
Aditor
diwajibkan oleh standart pekerjaan lapangan kedua untuk memahami pengendalian
intern yang berlaku.
DIFINISI PENGENDALIAN INTERN
Pengendalian intern :
suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen, dan personal lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian 3 golongan tujuan berikut ini:
1. Keandalan pelaporan keuangan
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
3. Efektivitas dan efisiensi operasi
Dari
definisi pengendalian tersebut terdapat beberapa konsep dasar berikut ini:
a) Pengendalian intern merupakan proses. Artinya suatu rangkaian tindakan yang bersifat pervasif dan
menjadi bagian tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai
tambahan, dari infrastruktur entitas.
b) Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Artinya
bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun
dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan
komisaris, manajemen, dan personal lain.
c) Pengendalian intern diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan
keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris entitas.
d) Pengendalian Intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan ;
pelaporan
keuangan, kepatuhan dan operasi.
TUJUAN PENGENDALIAN INTERN
Tujuan
pengendalian intern :
(1)
keandalan informasi keuangan,
(2)
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku,
(3)
efektivitas dan efisiensi operasi.
Auditor
berkewajiban untuk memahami pengendalian intern yang ditujukan untuk memberikan
keyakinan memadai bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip akutansi berterima umum di Indonesia dan untuk menentukan apakah audit
mungkin dilaksanakan terjadi salah saji material.
KETERBATASAN
BAWAAN PENGENDALIAN INTERN SUAT ENTITAS
1. Kesalahan dalam pertimbangan. Seringkali, manajemen dan personal
lain dapat salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil.
2. Gangguan. Personal secara keliru memahami perintah atau
membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian atau kelelahan,
perubahan yang bersifat sementara dalam personal atau dalam sistem dan
prosedur.
3.
Kolusi. Tindakan
bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan yang dapat mengakibatkan
bobolnya pengendalian intern yang dibangun untuk kekaya anentitas.
Pihak-pihak
yang bertanggung jawab dalam Pengendalian Intern : Manajemen,
dewan komisaris dan komite audit, auditor intern, personel lain entitas,
auditor independen, pihak luar yang lain.
UNSUR UNSUR
PENGENDALIAN INTERN
a)
Lingkungan pengendalian (menetapkan suasana suatu
oraganisasi yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orang2nya)
terdiri dari enam unsur : (1)Nilai
integritas dan etika, (2)Komitmen terhadap kompetensi, (3)Berfungsinya dewan
komisaris dan komite audit, (4)Filosofi dan gaya operasi, (5)Struktur
organisai, (6)Pembagian wewenang dan pembenahan tanggungjawab
b)
Penilaian Risiko (identifikasian dan analisis entitas
mengenai risiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan entitas)
c)
Informasi dan Komunikasi (mencakup sistem informasi akutansi
suatu transaksi entitas dan penyampaian informasi kepada semua personel
entitas)
d)
Aktivitas Pengendalian (kebijakan dan prosedur yang membantu menyakinkan
bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan)
e)
Pemantauan (proses yang menilai kualitas
kinerja pengendalian intern suatu entitas)
DOKUMENTASI INFORMASI TENTANG PENGENDALIAN INTERN
Ada tiga
cara :
a)
Kuesioner Pengendalian Intern Baku (standart
internal control questionarie)
b)
Uraian Tertulis (written
description)
c)
Bagan Alir Sistem (system
flowchart)
Sumber Informasi untuk Memperoleh Gambaran Pengendalian Intern yang Berlaku
1. Bagan
organisasi dan diskripsi jabatan
2. Buku pedoman
akun
3. Buku pedoman
sistem akutansi
4. Permintaan
keterangan pada karyawan inti
5. Permintaan
keterangan kepada karyawan pelaksana
6. Laporan
kertas kerja, dan programaudit auditor intern
7. Pemeriksaan
terhadap catatan akutan, dokumenter, peralatan mekanis, dan media lain yang
digunakan untuk mencatat transaksi, mengolah data keuangan dan operasi.
8. Kunjungan
keseluruh kantor dan pabrik
9. Laporang
mengenai rekomendasi perbaikan pengendalian intern dan laporan auditor tahan
sebelumnya yang telah diterbitkan
Untuk
Menguji Kepatuhan Terhadap Pengendalian Intern : Auditor melakukan dua macam
pengujian : (1) Pengujian adanya kepatuhan terhadap pengendalian Intern
(2)
Pengujian tingkat kepatuhan terhadap
pengendalian intern
Untuk Menentukan Apakah Pengendalian
Intern yang diigambakan dalam bagan alir sistem akutansi dan jawaban kuesioner
pengendalian intern benar-benar ada dan dilaksanakan, auditor menempuh dua cara
: (1) Pengujian transaksi dengan cara mengikuti pelaksanaan transaksi tertentu, (2) Pengujian transaksi tertentu yang telah
terjadi dan tercatat
AUDIT INTERN
Menurut Sukrisno Agoes
(2004:221), internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang
dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan
dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen
puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan
ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku.
Fungsi internal auditor yang dikemukakan oleh Holmes
dan Overmayer yang menggolongkan secara terperinci:
a)
Menentukan
baik tidaknya internal control dengan memperhatikan pemeriksaan fungsi dan
apakah prinsip akuntansi benar-benar telah dilaksanakan.
b)
Bertanggung
jawab dalam menentukan apakah pelaksanaan sesuai dengan rencana policy dan
prosedur yang telah ditetapkan sampai nilai apakah hal tersebut telah
diperbaiki atau tidak,
c)
Menverifikasi
adanya keuntungan kekayaan atau asset termasuk mencegah dan menentukan
penyelesaian.
d)
Menverifikasikan
dan menilai tingkat kepercayaan terhadap sistem akuntansi dan pelaporan.
e)
Melaporkan
secara objektif apa yang diketahui kepada manajemen disertai rekomendasi
perbaikan.
BAB 8
PENAKSIRAN
RESIKO DAN DESAIN PENGUJIAN
PENAKSIRAN RESIKO DAN PENGENDALIAN
Penaksiran risiko pengendalian adalah proses evaluasi efektivitas desain dan operasi
kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern entitas dalam rangka
pencegahan atau pendeteksian salah saji material di dalam laporan keuangan.
Kegiatan ini dilakukan oleh auditor pada tahap
pemahaman dan pengujian atas struktur pengendalian intern klien. Adapun
tahap-tahapnya sebagai berikut:
a) Pertimbangkan pengetahuan yang diperoleh dari
pemahaman atas struktur pengendalian intern.
b) Lakukan identifikasi salah saji potensial yang dapat
terjadi dalam asersi entitas.
c) Lakukan identifikasi pengendalian yang diperlukan
untuk mencegah atau mendeteksi salah saji.
d) Lakukan pengujian pengendalian terhedap pengendalian yang diperlukan untuk
menentukan efektivitas desain dan operasi struktur pengenalian intern.
e)
Lakukan evaluasi terhadap bukti
dan buat taksiran risiko pengendalian
Pengujian pengendalian adalah prosedur audit yang dlaksanakan untuk
menentukan efektivitas desain atau operasi kebijakan dan prosedur struktur
pengendalian intern.
Pengujian pengendalian diterapkan oleh auditor selama perencanaan audit dan
dalam pekerjaan interim. Selain itu pengujian pengendalian juga dapat diterapkan dalam kedua strategi
audit yakni (1)Pendekatan terutama substantif , (2)Pendekatan risiko pengendalian
rendah.
Macam-macam pengujian pengendalian
sebagai pilihan auditor dalam pelaksanaan audit :
a) Pengujian
Pengendalian Bersamaan (Current test of control) yang terdiri dari prosedur untuk memperoleh pemahaman
sekaligus untuk mendapatkan bukti tentang efektifitas PI
b) Pengujian
Pengendalian yang Direncanakan merupakan yang dilaksanakan untuk menentukan taksiran
awal risiko pengendalian moderat atau rendah sesuai dengan tingkatan pengujian
subtantif yang direncanakan.
c) Pengujian
Pengendalian Tambahan merupakan
pengujian yang biasanya dilaksanakan oleh auditor jika, berdasarkan hasil
pengujian pengendalian bersama yang
memperlihatkan pengendalian intern yang efektif.
d) Pengujian
dengan Tujuan Ganda (dual-purpose test) merupakan pengujian yang didisain
sedemikian rupa sehinggga auditor dapat mengumpaulkan bukti tentang efektifitas
pengendalian intern sekaligus dapat mengumpulkan bukti tentang kekeliruan moneter
dalam akun.
PERANCANGAN
PENGUJIAN PENGENDALIAN
Disamping auditor dapat memilih pengujian pengendalian bersamaan atau
pengujian pengendalian yang direncanakan, auditor dapat memilih jenis prosedur
yang akan digunakan dalam pelaksanaan pengujian pengendalian, saat, dan lingkup
pengujian pengendalian.
1. Jenis Pengujian Pengendalian
a)
Permintaan keterangan
b)
Pengamatan
c)
Inspeksi
d)
Pelaksanaan kembali
2. Waktu Pelaksanaan Pengujian
Pengendalian
Berkaitan dengan kapan prosedur tersebut dilaksanakan
dan bagian periode akuntansi mana prosedur tersebut berhubungan. Pengujian
pengendalian tambahan dilaksanakan dalam pekerjaan interim,yang dapat dalam
jangka waktu beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit.
3. Lingkup Pengujian
Pengendalian
Semakin luas ruang lingkup pengujian pengendalian yang
dilakukan, maka akan dapat lebih banyak bukti yang dikumpulkan mengenai
efektivitas pengendalian intern.
PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN
Keputusan yang diambil oleh auditor
berkaitan dengan jenis, lingkup, dan saat pengujian pengendalian harus
didokumentasikan dalam suatu program audit dan kertas kerja yang bersangkutan.
Program audit adalah daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu,
sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti
audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit.
KERJASAMA DENGAN
AUDITOR INTERN DLM PENGUJIAN PENGENDALIAN
Bilamana
auditor independen melakukan audit atas laporan keuangan entitas yang memiliki
fungsi audit intern, auditor dapat melakukan:
- Melakukan koordinasi pekerjaan audit dengan
Auditor Intern
- Menggunakan Auditor Intern untuk menyediakan bantuan langsung
dalam audit
PENENTUAN RESIKO DETEKSI
Dalam
tahap-tahap audit atas laporan keuangan, penentuan risiko deteksi terletak pada
tahap auditor mendesain pengujian substantif. Gambar berikut menggambarkan
letak penentuan risiko deteksi dalam proses audit, sedangkan pengertian dari
risiko deteksi yaitu risiko auditor tidak akan mendeteksi salah saji material
yang ada dalam suatu asersi.
Perencanaan
Audit
|
Pemahaman
dan
Pengujian
Struktur Pengendalian Intern
|
Pelaksanaan
Pengujian
Sustantif
|
Penerbitan
Laporan
Audit
|
|||
Penaksiran
Risiko Bawaan
|
Penaksiran
risiko
Pengendalian
|
Penetapan
Risiko Deteksi
|
Penilaian
risiko
Audit
|
Risiko
deteksi dapat dihitung dengan rumus:
RD =
|
|
RA
|
|
RB x RP
|
Ket.
RD = risiko
deteksi
RP = Risiko
Pengendalian
RA = risiko
audit
RB = risiko
bawaan
Jika tingkat risiko pengendalian final sama dengan
yang direncanakan. Auditor dapat melanjutkan untuk mendesain pengujian substantif
khusus berdsarkan tingkat pengujian substantif yang telah direncanakan. Namun
jika tingkat risiko pengendalian final tidak sama dengan yang direncanakan,
auditor harus mengubahtingkat pengujian substantif sebelum auditor mendesain
pengujian substantif khusus untuk menampung tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima.
Hubungan antara strategi audit
awal, risiko deteksi yang direncanakan dan tingakat pengujian substantif yang
direncanakan secara ringkas digambarkan sebagai berikut:
Strategi
Audit Awal
|
Risiko
Deteksi yang Direncanakan
|
Tingkat
Pengujian Substantif yang direncanakan
|
Pendekatan
Terutama substantif
|
Rendah
atau sangat rendah
|
Tingkat
tinggi
|
Pendekatan
taksiran risiko Pengendalian rendah
|
Moderat
atau tinggi
|
Tingkat
rendah
|
DESAIN PENGUJIAN SUBTANTIF
Pengujian substantif menghasilkan bukti audit tentang
kewajaran setiap asersi laporan keuangan signifikan. Desain pengujian
substantif mencakup:
a. Sifat
Pengujian Substantif
b. Saat Pengujian
c. Lingkup Penguji
Prosedur Untuk Melaksanakan
Pengujian Substantif
Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif yaitu:
1. Pengajuan
pertanyaan kepada para karyawan berkaitan dengan kinerja tugas mereka.
2. Pengamatan
atau observasi terhadap personil dalam melaksanakan tugas mereka.
3. Menginspeksi
dokumen dan catatan.
4. Melakukan
penghitungan kembali
5. Konfirmasi
6. Analisis
7. Tracing
atau pengusutan
8. Vouching
atau penelusuran
Sifat Atau Jenis Pengujian Substantif
Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah maka auditor
harus menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal.
Ada tiga tipe pengujian substantif yang dapat digunakan yaitu:
1. Pengujian
rinci atau detail saldo
2. Pengujian
rinci atau detail transaksi
3. Prosedur
analiti
BAB 9
ATTRIBUTR SAMPLING UNTUK PENGUJIAN PENGENDALIAN
STATISTICAL SAMPLING
AU
350.01 mendefinisikan sampling audit (audit sampling) sebagai penerapan
prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi
yang kurang dari 100 % dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo
akun atau kelompok transaksi tersebut. Sampling audit diterapkan baik untuk
pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Namun demikian, hal tersebut
bukan berarti dapat diterapkan untuk seluruh prosedur audit yang dapat
digunakan dalam pengujian-pengujian tersebut. Contoh, sampling audit secara
luas di gunakandalam pemeriksaan (vouching), konfirmasi (confirming), dan
penelusuran (tracing), tetapi haltersebut tidak biasa digunakan dalam pengajuan
pertanyaan, observasi, dan prosedur analitis
Ada dua Model sampling : (1)
Attribute Sampling
(2) Variable Sampling
Ada empat tipe sampel dalam
pengujian pengendalian yaitu:
- Sample 100%
Auditor memilih anggota sample berdasarkan unsur
penting atau kunci dengan memeriksademua dokumen atau catatan yang
bersangkutan dengan transaksi tertentu.
- Judgement Sample
Auditor memilih anggota sample berdasarkan
pertimbangannya sendiri dimana sampleyang diambil adalah semua dokumen atau
catatan suatu transaksi pada suatu periodetertentu saja.
- Representative Sample
Auditor memilih anggota sampel secara acak dari
seluruh anggota populasi tetapi sampelyang dipilih dalam metode ini tidak
dapat dianalisis secara matematis.
- Statistical Sample
Auditor memilih anggota sampel secara acak dari
seluruh anggota populasi danmenganalisis hasil pemeriksaan
terhadap anggota sample secara matematis
ATTRIBUTE SAMPLING MODELS
Terdiri dari : (1) Fixed-sample-size atribute sampling (2) Stop-or-go
sampling (3) Discovery sampling
- Fixed Sample Size Attribute
Sampling.
Model ini
paling banyak digunakan dalam audit. Pengambilan sampel dengan model iniditujukan
untuk memerkirakan persentase terjadinya mutu tertentu dalam suatu
populasi. Prosedur pengambilan sample dari model ini adalah
sebagai berikut:
a)
Penentuan attribute yang akan
diperiksa untuk menguji efektivitas pengendalian intern
b)
Penentuan
populasi untuk mengambil samplenya
c)
Penentuan
besarnya sample
d)
Pemilihan
anggota sample dari seluruh anggota populasi
e)
Penafsiran
terhadap attribute yang menunjukkan efektivitas unsur pengendalian intern
f)
Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap
attribute anggota sample
- Stop or Go
Sampling (Decision Attribute Sampling).
Model ini dapat
mencegah auditor dari pengambilan sample yang terlalu banyak, yaitu dengan cara
menhentikan pengujian sedini mungkin. Model ini digunakan jika auditor yakin bahwa kesalahan
yang diperkirakan dalam populasi sangat kecil. Prosedur yang harus dilakukan untuk menggunakan
metode ini adalah sebagai berikut:
a) Tentukan desired
upper precision limit dan tingkat keandalan, auditor menentukan tingkat ke
andalan yang akan dipilih dan tingkat kesalahan maksimum yang masih dapat
diterima.
b) Gunakan tabel Besarnya Sample
Minimum untuk Pengujian Pengendalian gunamenentukan sample pertama yang harus
diambil , jika pengendalian klien baik,
auditor disarankan untuk tidak menggunakan tingkat keandalan kurang dari 95% dan menggunakan desired
upper precision limit lebih
dari 5%.
c) Buatlah
tabel Stop or Go Decision
d) Evaluasi
hasil pemeriksaan terhadap sample
- Discovery Sampling.
Model ini cocok digunakan jika tingkat kesalahan yang diperkirakan dalam
populasi sangat rendah (mendekati nol). Model ini dipakai untuk menemukan
kecurangan, pelanggaran yang serius dari unsur pengendalian intern, dan ketidak
beresan lainnya. Pada
umumnya, kondisi yang diperlikan sebagai dasar penggunaan model ini
adalah:
a) Jika auditor memerkirakan tingkat kesalahan dalam populasi sebesar nol atau
mendekati nol persen.
b) Jika auditor
mencari karakteristik yang sangat kritis, yang jika hal
ini ditemukan, merupakan petunjuk adanya ketidak beresan yang lebih luas
atau kesalahan yang serius dalam laporan keuangan. Model ini juga digunakan
oleh auditor dalam pengujian substantif. Jika tujuan audit untuk menemukan paling tidak satu kesalahan yang
memunyai dampak potensial terhadap suatu akun, maka model ini digunakan untuk
tujuan tersebut. Prosedur pengambilan sample dalam model ini adalah
sebagai berikut:
·
Tentukan attribute yang
akan diperiksa
·
Tentukan
populasi dan besar populasi yang akan diambil samplenya
·
Tentukan
tingkat keandalan
·
Tentukan
desired upper precision limit
·
Tentukan besarnya sample
·
Periksa attribute sample
·
Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap
karakteristik sample
BAB 10
VARIABEL SAMPLING UNTUK PENGUJIAN SUBTANTIF
VARIABEL SAMPLING
Variabel sampling adalah
tehnik statistik yang digunakan oleh auditor untuk menguji kewajaran suatu
jumlah atau saldo dan untuk mengestimasi jumlah rupiah suatu saldo akun atau
kuantitas yang lain. Dalam pengujian subtantif auditor dapat menghadapi
dua keputusan : (1) Melakukan estimasi suatu jumalah (misal saldo suatu
akun). (2) Menguji kewajaran suatu jumlah
Ketidakpastian, Risiko Sampling, dan
Risiko Audit :
Auditor dimungkinkan untuk menerima sejumlah ketidakpastian dalam
pengujian subtantif, apabila waktu dan biaya untuk memeriksa unsur-unsur dalam
populasi menurut pertimbangannya akan lebih besar daripada akibat kemungkinan
menyatakan pendapat yang keliru dari hasil pemeriksaan hanya pada data sampel.
VARIABEL SAMPLING UNTUK UJI HIPOTESIS
Dalam pengambilan sampel terdapat dua cara yaitu : (1) Sampling Statistik
(2) Sampling nonstatistik
Dengan tujuh tahap pengambilan sample yang sama antara
dua cara tersebut yaitu berikut :
a) Penentuan tujuan pengambilan
sample
1. Menentukan jumalh saldo akun yang dianggap benar oleh
auditor dengan menggunakan teknik penaksiran berdasarkan hasil pemeriksaan
terhadap sample
2. Menentukan apakah auditor dapat menerima bahwa
perbedaan antara jumlah yang ditaksir tersebut dengan jumlah yang bersangkutan
didalam buku secara material benar atau menolaknya karena secara material
kliru.
Simbol hipotesis nol dan hipotesis alternatif : Ho:
|AV-BV|<A
H1: |AV-BV|≥A
b) Penentuan Populasi
Populasi
terdiri dari kelompok transaksi atau saldo akun yang diuji. Untuk setiap
populasi, auditor harus memutuskan apakah seluruh item tersebut akan diikutkan.
Unit sampling dalam sampling PPS adalah rupiah itu sendiri, dan populasinya
adalah jumlah rupiah yang sama dengan jumlah total rupiah pada populasi
tersebut. Meskipun setiap rupiah tersebut merupakan dasar pemilihan sampel,
namun yang diuji auditor adalah akun, transaksi, dokumen, atau itemitem sejenis
yang berkaitan dengan rupiah yang dipilih
c) Penentuan sampling unit
Sampling unit adalah unsur-unsur secara individual
yang terdapat dalam populasi, yang dapat berupa: (1)Suatu Saldo Akun,
(2) Suatau transaksi yang membentuk suatu saldo akun, (3) Suatu
dokumen yang menjadi bukti transaksi,
d) Penentuan besarnya sample
Empat faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan
besaran sample : (1) Besarnya deviasi stadart dalam populasi, (2) Tingkat rsko
yang ditanggung oleh auditor (3) Besarnya kekeliruan yang dapat diterima
audittor (4) Kekeliruan rupiah yang akan
dijumpai dalam populasi.
Rumus untuk menentukan besaran sample :
|
A = M
|
UR
|
UR + Z beta
|
n' =
|
UR.SD
2
|
A
|
e) Penentuan metoda pemilihan
sample
Dengan tiga metode : (a) Judgedment sampling,
(b) Systematic sampling, (c) Random Sampling
f) Pemeriksaan sample
Dengan rumus :
g) Evaluasi hasil sample
VARIABLE SAMPLING UNTUK ESTIMASI
Pengujian substantif bertujuan untuk mengumpulkan bukti kewajaran saldo
akun dan penjelasannya. Pengujian
substatif dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:
1) Non statistical sampling, dimana auditor memilih sample dan mengevaluasi hasil
pemeriksaan sample berdasar pertimbangan pribadinya.
2) Classical statistical
sampling, dapat digunakan auditor
dalam pengujian substantif jika populasi yang dihadapinya berisi banyak
perbedaan antara jumlah yang dicatat dalam buku dengan jumlah pemeriksaan yangdilakukan
auditor.
3) Probability proportional to
size statistical sampling, teknik
statistik yang digunakan dalam pengujian sunstansif terutama jika populasi berisi
sedikit jumlah overstatement yang menyengkut nilai rupiah yang
besar.Model statistik yang digunakan oleh auditor dalam memerkirakan suatu
jumlah terdiri dari:
a) Unstratified mean per unit
b) Stratified mean per unit
c) Difference estimation
d) Ratio estimation
BAB 11
AUDIT DALAM LINGKUNGAN SISTEM INFORMASI AKUTANSI
PERKEMBANGAN PEMANFAATAN KOMPUTER DALAM BISNIS
Pemanfaatan komputer dalam bisnis telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan pemanfaatan komputer dalam bisnis
yang telah melalui tiga tahap yaitu :
1. Jaman pengolahan data elektronik
System
pengolahan data adalah sama dengan system akuntansi. Pandangan ini didasarkan
pada kenyataan bahwa pada mulanya computer hanya diterapkan untuk tugas
akuntansi dan, penggunaanya disebut pengolahan data elektronik atau EDP.
2. Jaman teknologi informasi
Teknologi informasi dimanfaatkan lebih jauh tidak
hanya untuk penolahan data tapi juga dimanfaatkan untuk menghasilkan informasi
dan untuk analisis sebagi basis untuk pengambilan keputusan.
3. Jaman jejaring
Dalam era jejaring perusahaan-perusahan membangun
jejaring organisai (organization network) dalam menghasilkan produk dan
jasa bagi customer.
BEDA AKUTANSI DENGAN MANUAL SYSTEM DENGAN AKUTANSI
DENGAN SISTEM INFORMASI KOMPUTER
Dilihat dari
karakteristik akuntasi manual sistem :
a. Sistem akuntansi
manual berfungsi sebagai sistem
b. Pemakai
informasi akuntansi hanya dapat memanfaatkan informasi akuntansi setelahfungsi
akuntansi menyajikan laporan kepada pemakai laporan
c. Laporan
keuangan yang dihasilkan hanya berdimensi tunggal
d. Data
akuntansi dicatat dalam buku besardan buku besar pembantu dan buku ini
dijagaketat disuatu tempat
e. Manual
sistem meninggalkan jejak audit yang mudah diperiksa kembali
f. Proses
pengolahan akuntansi melibatkan banyak orang
g. Pengendalian
terhadap personal dilaksanakan melalui pembelakuan banyak aturan danpenggunaan
jenjang organisasi.
Dilihat dari
karakteristik akuntansi sistem informasi komputer :
- Akuntansi menghasilkan buku
besar yang berfungsi sebagai gudang data
- Pemakai informasi akuntansi
dapat memanfaatkan informasi akuntansi dengan akses secara
langsung ke shared database
- Dapat menghasilkan informasi
dan laporan keuangan multidimensi
- Data akuntansi dicatat dalam buku besar dan buku
pembantu yang diselenggarakan secaraelektronik dalam bentuk shared
database
- Sangat mengandalkan pada berfungsinya kapabilitas
perangkat keras dan perangkat lunak
- Jejak audit dalam sistem informasi komputer
menjadi tidak terlihat
- Mengurangi keterlibatan manusia
- Mengubah kekeliruan yang bersifat acak
kekeliruan yang bersistem
- Rentan terhadap akses tanpa ijin
- Menimbulkan resiko kehilangan data
- Sistem informasi komputer menurut pengitegrasian
fungsi
- Menghilangka sistem otorisasi tradisional
- Sistem informasi komputer
menurut pekerja pengetahuan untuk menjalankannya
DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP HUBUNGAN BISNIS
Auditor umumnya memandang hubungan bisnis yang wajar adalah jika dilaksanakan
berdasar falsafah arm’s length transaction, yaitu transaksi antara pihak-pihak
yang bebas atau independen. Hubungan istimewa (related party transaction)
diyakini oleh auditor sebagai transaksi yang akan menimbulkan ketidak wajaran
angka yang dicatat dalam catatan akuntansi.
Jaman teknologi informasi menjadikan lingkungan bisnis menjadi sangat
kompetitif. Berikut perkembangan
pendekatan dalam membangu hubungan bisnis
a. Pendekatan
Keluarga, Pendekatan
keluarga dalam mengembangkan hubungan bisnis memiliki segi positif. Pendekatan
keluarga dilandasi kepercayaan, dan hubungan bisnis sangat memerlukan hubungan
tersebut agar transaksi bisnis dapat berjalan dengan lancar dan efektif.
b. Pendekatan
Bisnis, digunakan untuk mengatasi kelemahan pendekatan keluarga. Pendekatan
bisnis digunakan sebagai dasr membangun hubungan bisnis antara perusahaan
dengan pemasok dan mitra bisnisnya dan antara menejer dengan karyawan dan antar
fungsi dalam perusahaan.
c. Pendekatan
Kemitraan, untuk menggabungkan segi positif yang ada didalam pendekatan
keluarga dan pendekatan bisnis. Pendekatan kemitraan usaha menitik beratkan
pada trust building dan competencydidalam membangun hubungan kemitraan, baik didalam
organisasi perusahaan (antara menejer dengan karyawan dan antar fungsi dalam
organisasi) maupun antara perusahaan dengan para pemasok dan mitra bisnisnya.
TIPE KONFIGURASI
SISTEM INFORMASI KOMPUTER
Dalam
perikatan audit, auditor kemungkinan akan menjumpai satu dari tiga tipe
lingkungansistem informasi komputer berikut ini:
- Stand alone micro computer
- Online computer system
- Database system
Auditor perlu memahami karakteristik masing-masing
konfigurasi sistem informasi komputer tersebut, dampak karakteristik tersebut
terhadap pengendalian intern yang unik untuk masing-masing konfigurasi
tersebut, dan dampak masing-masing konfigurasi tersebut terhadap prosedur audit
yang akan digunakan oleh auditor.
Peranan Teknologi Informasi Terhadap Audit Sistem Informasi
Komputerisasi Akuntansi Dilihat Dari Pengendalian Intern.
Menurut SPAP dalam SA Seksi 314.4 No. 05-09 pengendalian intern atas
pengolahan komputer, yang dapat membantu pencapaian tujuan pengendalian intern
secara keseluruhan, mencakup baik prosedur manual maupun prosedur yang didesain
dalam program komputer.
Ada tiga metode yang digunakan dalam melaksanakan EDP Audit yakni:
Ada tiga metode yang digunakan dalam melaksanakan EDP Audit yakni:
- Audit Around The Computer
Auditing
sekitar komputer dapat dilakukan jika dokumen sumber tersedia dalam bahasa non
mesin, dokumen-dokumen disimpan dengan cara yang memungkinkan
pengalokasiannya untuk tujuan auditing, outputnya memuat detail yang memadai,
yang memungkinkan auditor menelusuri suatu transaksi dari dokumen sumber ke
output atau sebaliknya.
- Audit Through The Computer
Auditor menguji dan
menilai efektivitas prosedur
pengendalian operasi dan program komputer serta ketepatan proses
di dalam computer.
- Audit With The Computer
Audit
dilakukan dengan menggunakan komputer dan software untuk mengotomatiskan prosedur
pelaksanaan audit.
Peranan Teknologi Informasi Terhadap Audit Sistem Informasi Komputerisasi
Akuntansi Dilihat Dari Teknik-teknik audit dengan menggunakan Teknologi
Informasi
Ada beberapa teknik ynag dapat dilakukan dalam pemeriksaan EDP, antara lain:
Ada beberapa teknik ynag dapat dilakukan dalam pemeriksaan EDP, antara lain:
- Pengujian dengan Data Simulasi
- Pemanfaatan Fasiltas Pengujian
Secara Terpadu
- Simulasi Paralel
- Pemasangan Modul Pemeriksaan.
- Pemakaian Perangkat Lunak Khusus
Untuk Pemeriksaan
- Metode Tracing
- Metode Pemetaan (Mapping)
Teknik Audit Berbentuk Komputer (TABK)
Ada
dua kondisi yang menyebabkan auditor perlu memertimbangkan penggunaan
TABK, yaitu:
- Tidak adanya dokumen masukan atau tidak adanya
jejak audit (audit trail) dalam sistem informasi komputer
- Dibutuhkannya peningkatan
efektivitas dan efisiensi prosedur audit dalam pemeriksaan
Ada dua tipe
TABK yang sering digunakan dalam audit, yaitu:
- Perangkat lunak audit (audit software)
- Data uji (test data) untuk tujuan audit
BAB 12
AUDITING KECURANGAN
SEKANDAL AKUTANSI MENGGOYAHKAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT
Profesi akuntansi mendapat tekanan politik yang berat
dari kalangan legislator yang menghendaki reformasi, dan publisitas negative yang
mengelilingi dugaan kegagalan audit memberi semua akuntan public citra yang
sangat tidak menguntungkan. Kejadian adalah pada tahun 1938. Skandal akuntansi
korporasi tersebut adalah Mckesson Robbins, dan dapat dikatakan bahwa
skandal ini menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap cara pelaksanaan
audit ketimbang semua skandal sesudahnya, termasuk Enrondan Worldcom.
Pada tahun 1924, Philip Musica, yang tidak
lulus sekolah menengah atas dan pernah dinyatakan bersalah melakukan penipuan
dan dihukum penjara, menyebut dirinya sendiri sebagai F Donald Coster
dan menganugerahi dirinya sendiri gelar dokter. Kecurangan klasik di Mckesson-Robbins
mengilustrasikan bahwa kecurangan Laporan Keuangan bukanlah hal yang baru.
Sebagai buntut dari skandal itu, profesi auditing menanggapi dengan menetapkan
standar-standar tersebut mengharuskan dilakukannnya konfirmasi piutang dan
konfirmasi piutang dan observasi atau persediaan fisik, yang sekarang merupakan
prosedur stadar, ditambah pedoman mengenai tanggung jawab auditor untuk mendeteksi
kecurangan.
JENIS-JENIS KECURANGAN
Sebagai konsep legal yang luas, kecurangan
menggambarkan setiap upaya penipuan yang disengaja, yang dimaksudkan untuk
mengambil harta atau hak orang atau pihak lain. Dalam konteks audit atas
laporan keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan keuangan
yang disengaja. Dua kategori yang utama jenis kecurangan sebagai berikut :
- Pelaporan Keuangan yang Curang adalah salah saji atau pengabaian jumlah atau
pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan
itu. Dengan cara melibatkan upaya melebih sajikan laba, atau mungkin
sengaja merendah sajikan laba
- Penyalahgunaan (misappropriation) Aktiva adalah kecurangan yang melibatkan pencurian
aktiva entitas. Pencurian aktiva perusahaan sering kali mengkhawatirkan
manajemen, tanpa memerhatikan materialitas jumlah yang terkait, karena
pencurian bernilai kecil menggunung seiring dengan berjalannya waktu.
KONDISI-KONDISI PENYEBAB KECURANGAN
Tiga kondisi kecurangan yang berasal dari pelaporan keuangan yang curang
dan penyalahgunaan aktiva diuraikan dalam SAS 99 (AU 316). Ketiga kondisi ini
disebut sebagai segitiga kecurangan (fraud triangle).
- Insentif/Tekanan. Manajemen atau pegawai lain
merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan.
- Kesempatan. Situasi yang membuka
kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan.
- Sikap/Rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau
serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk
melakukan tindakan yang tidak jujur.
MENILAI RISIKO
KECURANGAN
Menilai risiko kecurangan, SAS 99 singkatan
dari (Statement on Auditing Standards) memberikan pedoman untuk
menilai risiko kecurangan bagi auditor dan mempertahankan tingkat Skeptisisme
profesional ketika mempertimbangkan informasi, faktor risiko kecurangan
untuk mengidentifikasi dalam menanggapi risiko kecurangan.
SAS 1 menyatakan Skeptisme Profesional yaitu
“ Auditor tidak mengasumsikan management tidak jujur tetapi juga tidak
mengasumsikan kejujuran sebuah Absolut”. Dalam pratiknya melalui prosedur evaluasi atas penerimaan dan kelanjutan
klien serta auditor menolak sebagian besar calon klien yang dianggap tidak
memiliki kejujuran dan integritas diantaranya.
- Komunikasi diantara tim audit : Salah
satunya berdiskusi “ Bagaimana management dapat melakukan dan menutupi
pelaporan keuangan ?”
- Pengajuan pertanyaan kepada
managemen : SAS 99 Mengharuskan auditor untuk mengajukan pertanyaan
spesifik tentang kecurangan dalam setiap audit
- Faktor risiko kecurangan : SAS
99 Mengharuskan auditor mengevaluasi faktor-faktor risiko kecurangan
mengindikasikan adanya insentif atau tekanan, kesempatan dan sikap
untuk berbuat kecurangan.
- Prosedur analitis : Bertujuan
untuk mengidentifikasi hubungan tidak bias atau tidak diharapkan
melibatkan akun-akun pendapatan yang terindikasi adanya kecurangan
pelaporan keuangan.
- Informasi lainya : Mempertimbangkan
semua informasi yang sudah diperoleh dan serta Informasi menilai risiko
inheren dan risiko pengendalian yang membuat auditor mengkhawatirkan
adanya salah saji akibat kecurangan.
MENGAWASI TATA KELOLA KORPORASI UNTUK MENGURANGI
RISIKO KECURANGAN
Dibentuknya penerbitan Management Antifraud
Program and Controls : Guide to Help Prevert, Deter, and Deteck Fraud.
Pedoman ini mengidentifikasi tiga unsur yaitu :
- Budaya jujur dan etika yang tinggi
(memiliki enam unsur yaitu : )
·
Menetapkan Tone at the top
·
Menciptakan lingkungan kerja yang
positif
·
Mempekerjakan dan mempromosikan
pegawai yang tepat
·
Pelatihan
·
Konfirmasi
·
Disiplin
- Tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi
risiko kecurangan
·
Mengidentifikasi dan mengukur risiko
kecurangan
·
Mengurangi risiko kecurangan
·
Memantau dan pengendalian pencegahan
kecurangan
- Pengawasan oleh komite audit (Pengawasan mencakup)
·
Pelaporan langsung
temuan-temuan penting oleh audit internal kepada komite audit
·
Laporan periodik oleh
pejabat etika tentang whistle-blowing
·
Laporan lain tentnag
tidak adanya perilaku etis atau kecurangan yang dicurigai
MERESPON RISIKO KECURANGAN
Respons auditor terhadap risiko kecurangan meliputi:
a. Mengubah pelaksanaan audit secara keseluruhan
b. Merancang dan melaksanakan prosedur audit untuk menangani risiko kecurangan
c. Merancang dan melaksanakan prosedur untuk menangani pengabaian
pengendalianoleh manajemen
BIDANG BIDANG KECURANGAN YAN G SPESIFIK\
1. Risiko Kecurangan dalam Pendapatan dan Piutang Usaha
Tiga tipe manipulasi
pendapatan
a. Pendapatan fiktif
b. Pengakuan pendapatan terlalu cepat (prematur).
c. Manipulasi penyesuaian atas pendapatan
Tanda tanda peringatan
kecurangan terhadap pendapatan
·
Prosedur analitis
·
Perbedaan dokumentasi
·
Penyalahgunaan penerimaan yang melibatkan
pendapatan
·
Kelalaian mencatat penjualan
·
Pencurian penerimaan kas setelah penjualan
dicatat
2.
Risiko Kecurangan
Persediaan
”Auditor diharuskan memverifikasi eksistensi persediaan fisik, pengujian
audit tetapdilakukan atas dasar sampel.”
Tanda tanda peringatan kecurangan terhadap persedianan
·
“Prosedur analitis sangat efektif
untuk mendeteksi kecurangan persediaan, terutama persentase marjin kotor dan
perputaran persediaan sering kali membantu membongkar kecurangan persediaan.”
3.
Risiko Kecurangan dalam Pembelian dan Utang Usaha
“Kurang saji yang
disengaja atas utang usaha biasanya menghasilkan kurang saji pembelian dan
harga pokok penjualan serta lebih saji laba bersih.
4.
Bidang-bidang Risiko Kecurangan Lainnya
·
Aktiva tetap
·
Beban penggajian
TANGGUNGN JAWAB BILA
DICURIGAI ADA KECURANGAN
Merespon
salah saji yang mungkin timbul karena kecurangan
- Jenis Jenis Pengajuan Pertanyaan
a.
Pengajuan pertanyaan informal
b.
Pengajuan pertanyaan penilaian
c.
Pengajuan pertanyaan Interogatif
d.
Mengevaluasi respon atau pengajuan
pertanyaan
e.
Tehnik menyimak
f.
Mengganti petunjuk perilaku
- Tanggung jawab lain Apabila dicurigai adanya
kecurangan
Menggunakan perangkat lunak audit
seperti ACL atau IDEA
BAB 13
RENCANA
AUDIT DAN PROGRAM AUDIT SECARA KESELURUHAN
JENIS PENGUJIAN
Auditor memiliki lima jenis pengujian (testing) yang dapat digunakan untuk
menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Pengujian tersebut
meliputi:
1.
Prosedur untuk
Memperoleh Pemahaman atas Internal Control
Auditor harus memahami
efektivitas aspek rancangan dan operasional dari pengendalian intern. Lima jenis prosedur audit
yang berhubungan dengan pemahaman auditor terhadap pengendalian intern yaitu:
· Memperbaharui dan mengevaluasi pengalaman auditor terdahulu
· Meminta keterangan dari personil klien
· Membaca manual sistem dan kebijakan klien
· Menguji dokumen dan arsip
· Mengamati aktivitas dan operasional entitas
2.
Tests of Controls (Uji Pengendalian)
Pengujian pengandalian
adalah prosedur audit yang digunakan untuk menentukan efektivitas
kebijakan dan operasi pengendalian intern atauprosedur pengendalian yang
diterapkan untuk menilai control risk (risiko pengendalian) Pengujian tersebut
meliputi jenis prosedur audit sebagai berikut :
· Meminta keterangan dari personil klien
· Menguji dokumen, arsip, dan laporan
· Mengamati aktivitas yang terkait dengan pengendalian
· Melaksanakan kembali prosedur klien
3.
Substantive Test of
Trans actions (Uji Substantif atas Transaksi)
Adalah perosedur yang
digunakan untuk menguji kekeliruan atau ketidak beresan dalam bentuk uang yang
langsung mempengaruhi kebenaran saldo laporan keuangan. Kekeliruan tersebut
sering disebut dengan salah saji moneter (dalam satuan mata uang) yang
merupakan indikasi yang jelas terjadinya salah saji dalam saldo laporan
keuangan.
4.
Analitycal Procedure
(Prosedur Analitis)
Prosedur analitis
meliputi perbandingan dari jumlah yang tercatat dengan dengan angka tertentu
yang dikembangkan oleh auditor.
5.
Detail Test of
Balances (Pengujian Terinci atas Saldo)
Adalah merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji salah saji moneter
(monetary misstatement) untuk menentukan apakah 9 balance-related audit
objective (tujuan audit terkait dengan saldo) telah terpenuhi.
MEMILIH JENIS
PENGUJIAN YANG AKAN DIPAKAI
Hubungan antara Pengujian Pengendalian
dan Pengujian Substantif
a.
Pengecualian dalam pengujian
pengendalian, Merupakan suatu indikasi kemungkinan salah saji yang
mempengaruhi nilai dolar dari laporan keuangan
b.
Pengecualian dalam pengujian substantif
daritransaksi atau pengujian rincian saldo, merupakan deviasipengujian
pengendalian
c.
Pengujian substantif transaksi atau
pengujian rinciansaldo, harus dilakukan untuk menentukan apakahsalah saji dolar
sudah benar-benar terjadi
Hubungan antara pengujian dan bahan bukti
- Biaya relative
Jenis pengujian
tersebut diurutkan berdasarkan makin besarnya biaya yang diperlukan
·
Prosedur analitis (prosedur byang paling
mudah)
·
Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas
struktur pengendalian intern dan pengujian atas pengendalian.
·
Pengujian subtantif atas transaksi
·
Pengujian terinci atas saldo
- Trade-off antara pegujian atas
pengendalian dan pengujian substantive
Auditor membuat keputusan selama perencanaan apakah akan menetapkan risiko
pengendalian dibawah maksimum. Jika risiko pengendalian yang ditetapkan dibawah
maksimum, resiko penemuan yang direncanakan dalam model risiko audit
ditingkatkan sehingga pengujian substantive yang direncanakan dapat dikurangi.
DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP
PENGUJIAN AUDIT
SAS 80 (AU 236) dan SAS 94 (AU 319)
Tidak praktis untuk mengurangi resiko pendeteksian dengan hanya melakukan ujian
substantive. Auditor perlu melaksanakan pengujian pengendalian untuk mendukung
penilaian resiko pengendalian menajdi dibawah maksimum.
BAURAN BUKTI
Kombinasi dari kelima jenis pengujian
yang digunakan untuk siklus manapun dan bauran bukti dibagi menjadi empat audit
yang berbeda :
- Analisa
Audit 1
Klien perusahaan besar dengan pengendalian internal yang canggih dan resiko
inheren yang rendah
- Analisa
Audit 2
Perusahaan berukuran sedang, banyak pengandalian dan beberaparesiko inheren.
- Analisa
Audit 3
Perusahaan berukuran sedang tetapi mempunyai sedikitpengendalian efektif
dan resiko inheren yang besar.
- Analisa
Audit 4
Auditor menemukan penyimpangan pengujian pengendalianekstensif san salah
saji yang penting selagi melakukan pengujian substantif transaksi dan prosedur
analitis.
PERANCANGAN PROGRAM AUDIT
Program audit dirancang dalam 3 bagian
yaitu :
1. Pengujian atas transaksi
Metodologi perencanaan pengujian atas pengendalian dan pengujian
substantive atas transaksi :
a.
Laksanakan prosedur untuk memahami
struktur pengendalian intern
b.
Tetapkan risiko pengendalian
c.
Evaluasi biaya dan manfaat dari
pengujian atas pengendalian
d.
Rancang pengujian atas pengendalian dan
pengujian substantive atas transaksi untuk memenuhi tujuan audit berkait
transaksi
2. Analytical Procedures
Karena murah (biaya pelaksanaan analytical procedures relatif rendah)
banyak auditor melaksanakan prosedur analitik secara ekstensif pada semua tahapan audit.
Prosedur analitik dapat dilaksanakan pada ketiga tahapan audit, yaitu:
- Pada
tahap perencanaan audit, untuk membantu auditor memahami bisnis klien dan
menentukan bukti audit lain yang diperlukan untuk menentukan acceptable
audit risk.
b.
Pada tahap pelaksanaan audit, terutama
selama pengujian substantive.
c.
Pada tahap penyelesaian audit, sebagai
pengujian akhir untuk meyakinkan kewajaran hasil audit.
3. Pengujian terinci atas saldo
Metodologi untuk merancang pengujian terinci pada saldo diorientasikan pada
tujuan audit. Rancangan pengujian tersebut merupakan bagian paling sulit dalam
keseluruhan proses perencanaan.
Dalam perencanaan tersebut, metdologi piutang usaha yang banyak dilakukan
oleh auditor :
- Tentukan
materialitas dan tetapkan risiko audit yang dapat diterima dan risiko
bawaan untuk piutang
- Tetapkan
risiko pengendalian untuk siklus penjualan dan penerimaan kas
- Rancang
pengujian atas pengendalian, pengujian, substantive atas transaksi dan
prosedur analitis untuk siklus penjualan dan penerimaan kas
- Rancang
prosedur analitis untuk piutang usaha
- Rancang
pengujian terinci atas saldo piutang usaha untuk memenuhi tujuan spesifik
berkait saldo audit
SELESAI